Guru
Sebagai Ujung Tombak Pendidikan di Sekolah
Nama : TAIN
Mahasiswa BK FKIP UMK
Dewasa
ini pendidikan mendapat sorotan yang sangat tajam di negeri tercinta ini,
Indonesia. Pendidikan bagaikan seorang putri yang terkadang di puja, tetapi
lain waktu juga di caci maki. (bukan salah sang putri, tetapi sikap sang putri
yang keliru).
Jika
bicara mengenai pendidikan, tidak akan salah jika berbicara tentang Guru dan
anak didik atau siswa. Guru sebagai ujung tombak dari sebuah pendidikan banyak
menyimpan berbagai macam predikat yang di dapat, dari yang baik sampai yang
kurang sedap di dengar. Guru tidak hanya disanjung dengan keteladanannya,
tetapi ia juga dicaci maki dengan sinis hanya karena kealpaannya berbuat
kebaikan, meski kejahiliyahan itu bak setetes air di daun talas.
Berbicara
mengenai anak didik atau siswa juga sangat menarik, sebab dari merekalah guru
dan pendidikan akan dinilai baik ataukah buruk, berhasil ataukah gagal.
Keburukan perilaku anak didik cenderung diarahkan pada kegagalan guru
membimbing dan membina anak didik. Padahal warna perilaku anak didik yang buruk
itu terkonsumsi dari multisumber.
Guru
dan anak didik adalah padanan frase yang serasi, seimbang, dan harmonis.
Hubungan keduanya berada dalam relasi kejiwaan yang saling membutuhkan. Dalam
perpisahan raga, jiwa mereka bersatu sebagai “dwitunggal”. Guru mengajar dan
anak didik belajar dalam proses interaksi edukatif yang menyatukan langkah
mereka ke satu tujuan yaitu “kebaikan”. Dengan kemuliaannya guru meluruskan
pribadi anak didik yang dinamis agar tidak membelok dari kebaikan dan
kebenaran.
Di
tulisan ini akan dijelaskan bagaimana perjuangan seorang guru sebagai ujung
tombak bagi sebuah pendidikan di sekolah. Yang juga akan di tunjang dari
berbagai macam faktor yang menyertai perjuangan seorang guru untuk menjadikan
sebuah pendidikan berhasil dan bermanfaat. Juga lebih khusus bagaimana membuat
siswa atau anak didik menjadi manusia yang berakhlaq mulia, berprestasi dan
berkarakter.
1
Makna
Pendidikan, Guru dan Anak didik
Menurut T.Raka Joni, Pendidikan adalah proses
interaksi manusiawi yang ditandai keseimbangan kedaulatan subjek didik dan
kewibawaan pendidik. Sedangkan menurut Driyakarya,
Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia muda. Itu makna pendidikan
menurut beberapa ahli. Dalam Kamus Bahasa Indonesia juga menjelaskan difinisi
pendidikan, yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang, dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
(kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991: 232)
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata
educate (mendidik) artinya memberi
peningkatan (to elicit, to give rise to),
dan mengembangkan (to evolve, to develop).
Dalam pengertian yang sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau
proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan (McLeod, 1989).
Selanjutnya pengertian Guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. (2005:31 Syaiful Bahri). Masyarakat umum
mengartikan guru sebagai orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat
tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid,
di surau atau musholla, di rumah dan sebagainya.
Sedangkan pengertian anak didik atau siswa adalah setiap
orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau kelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan. (2005:51 Syaiful Bahri).
Itu lah beberapa makna
atau pengertian Pendidikan, Guru dan anak didik. Tetapi dalam tulisan ini akan
lebih menekankan sosok seorang guru yang menjadi pejuang dalam ujung dombak di
sekolah tempat guru mengajar.
Guru
dan Tantangan
Guru
sebagai orang yang di muliakan, yang di segani, di hormati bahkan di takuti
dalam sebuah proses di dalam pendidikan bukan tanpa rintangan dan tantangan
untuk membuat pendidikan berhasil. Banyaka tantangan dan rintangan yang ada,
baik itu dari faktor intern guru tersebut, maupun faktor ekstern guru.
Faktor intern seorang guru yang
manghambat dari sebuah pendidikan antara lain :
1.
Guru kurang memahami dengan baik tentang
materi atau pelajaran yang dia ajarkan.
Jika
ini terjadi hasilnya guru akan mengajar dengan seenaknya dan sekenanya. Sebab
kurang bisa memahami dengan papa yang akan dia ajarkan.
2
2.
Guru memiliki kelakuan atau tingkah laku
yang tidak baik.
Guru
sebagai suritauladan anak didik akan rusak jika tingkah polah guru tidak
mencerminkan orang yang baik dan benar.
3.
Guru tidak memiliki tanggung jawab
moral.
Bagaimana
masayarakat akan percaya dengan pendidikan di sekolah, dengan guru jika dalam
proses dan hasil dari pendidikan itu tidak ada
tanggung jawab dari guru.
4.
Guru tidak disiplin.
Bayangkan
jika setiap hari guru dalam mengajar ke sekolah akan selalu terlambat dalam
mengajar. Anak didik tidak kan mendapatkan panutan yang baik. Proses belajar
mengajar akan terhambat.
5.
Guru tidak profesional.
Jika
guru selain mengajar juga masih kerja sampingan seperti jualan rokok di kantin,
menjadi sales buku dan lainnya, hal ini akan mebuat proses belajar mengajar
akan terbengkalai, sebab guru tidak profesional.
6.
Guru tidak kreatif
Proses
belajar akan hambar dan anak didik akan bosan jika seorang guru tidak lagi
kreatif, inovatif. Guru jangan monoton dalam menyampaikan pelajaran, guru
ditutut bisa lebih kreatif dengan kondisi bagai manapun.
Faktor Ekstern hambatan seorang Guru,
antara lain :
1.
Guru memiliki keluarga yang Broken Home
(keluarga bermasalah).
Hal
satu ini akan rentan menyebabkan kinerja guru di sekolahan akan berjalan dengan
tidak baik. Sebab masalah keluarga akan selalu kebawa di meja mengajar atau
kelas.
2.
Guru dengan jarak rumah yang teramat jauh.
Rumah
seorang guru yang berjarak lebih dari 10km misalnya akan menjadi penghambat
bagi guru untuk pergi mengajar. Setidaknya akan habis waktu dalam perjalanan.
Kelelahan dalam perjalan mengajar akan berpengaruh buruk dalam pendidikan di
sekolah.
3.
Infrastruktur menuju sekolah jelek.
Contoh,
jika jalan atau akses menuju sekolahan tidak layak pakai, jalan yang rusak,
banyak lubang dan lainnya akan menghambat kinerja guru dalam melangkah mengajar
ke sekolah. Belum lagi jika terjadi kecelakaan sebab infrastruktur yang jelak
dan rusak.
3
4.
Minimnya buku bacaan atau materi
pelajaran.
Buku adalah
salah satu syarat dalam proses belajar mengajar yang baik, jika buku bacaan
atau buku materi mata pelajaran tidak ada maka akan terjadi hambatan dalam
proses belajar di sekolah. Bagaiman guru dan siswa akan mengetahui materi yang
disampaikan, juga bagaiman guru dan akan menambah pengetahuan dengan membaca
jika buku bacaan tidak ada.
Demikian faktor-faktor yang bisa
menghambat kinerja guru dalam proses belajar mengajar, yang artinya juga
menghambat fungsi guru sebagai ujung tombak pendidikan di sekolah.
Dengan demikian harus ada solusi yang
harus di buat dan di jalankan agar fungsi guru sebagai ujung tombak pendidikan
di sekolah bisa berjalan dengan baik dan benar. Yang sesuai juga dengan
peraturan perundang-undangan tentang profesi guru yang ideal, baik dan benar.
Perjuangan
Guru sebagai Ujung Tombak Pendidikan
Guru
memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang
menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru.
Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar
menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dengan
kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas dan
tanggung jawab yang berat. Mengemban tugas memang berat, tetapi lebih berat
mengemban tanggung jawab. Sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding
sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikan pun
tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini
mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan
perbuatan anak didiknya, tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi di luar
sekolah sekalipun. Meski jika di luar sekolah sudah tidak menjadi menjadi
tanggung jawab guru, tetapi tanggung jawab moral masih berjalan sampai kapan
pun.
Karena
itu, tepatlah apa yang dikatakan oleh Drs. N.A. Ametembun, bahwa guru
adalahsemua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid,
baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
Dengan
kemuliaannya, guru rela mengabdikan diri di desa terpencil sekalipun. Dengan
segala kekurangan yang ada guru berusaha membimbing dan membina anak didik agar
menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsanya dikemudian hari.
4
Gaji yang kecil, jauh dari memadai,
tidak membuat guru berkecil hati dengan sikap frustrasi meninggalkan tugas dan
tanggung jawab sebagai guru. Karenanya sangat wajar di pundak guru diberikan
atribut sebagai “ pahlawan tanpa tanda jasa”.
Menjadi
guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua orang dapat melakukaknnya,
karena orang harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupannya
mengabdi kepada negara dan bangsa guna mendidik anak didik menjadi manusia
susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya
dan pembangunan bangsa dan negara.
Persyaratan
Guru Yang Ideal
Ini
ada beberapa syarat yang harus di penuhi oleh seorang guru jika ingin menjadi
guru yang berfungsi menjadi ujung tombak pendidikan. Menurut Prof. Dr. Zakiah
Darajat dan kawan-kawan (1992:41) persyaratan menjadi guru yang ideal adalah
sebagai berikut :
1.
Taqwa kepada Allah SWT.
Guru,
sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik
agar bertaqwa kepada Allah SWT, jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada-Nya.
Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah SAW. Menjadi
teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik
kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil
mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik, benar dan
mulia.
2.
Berilmu
Ijazah
bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah
mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk
suatu jabatan.
Guru
pun hartus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam
keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah
guru jauh dari mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni
menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal ada patokan
yang jelas bahwa semakin tinggi pendidikan guru semakin baik pendidikan dan
pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat.
5
3.
Sehat Jasmani
Kesehatan
jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk
menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat
membahayakan kesehatan anak didik. Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak
akan bergairah dalam mengajar. Kita kenal ucapan “mens sana in corpore sano”, yang artinya dalam tubuh yang sehat
terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak benar secara
keseluruhan, akan tetapi kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja.
Guru yang sakit-skitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak
didik.
4.
Berkelakuan Baik
Budi
pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi
teladan, karena anank-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan
yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya
mungkin bisa dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak
berakhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik.
Yang dimaksud
akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik
utama, Nabi Muhammad SAW. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai
jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku
sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan
guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat. Termasuk disini para wali dari
anak didik.
Demikian syarat menjadi guru yang ideal
guna memfungsikan guru sebagai ujung tombak pendidikan, menurut Prof. Dr.
Zakiah Darajat.
Di Indonesia untuk menjadi guru diatur
dengan beberapa persyaratan, yakni, berijazah, profesional, sehat jasmani dan
rohani, taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepribadian yang luhur,
bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.
Prinsip
Profesionalitas Guru
Untuk memperkuat dalam
perjuangan guru sebagi ujung tombak pendidikan, disini ada bebrapa prinsip
profesionaliats guru yang harus dimiliki, anatara lain :
a. Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
b. Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak
mulia.
c. Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
6
d. Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
e. Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionaln.
f. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
g. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat.
h. Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
i.
Memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Selanjutnya semua itu tergantung kambali
kepada seorang guru. Sebab ada ungkapan bahwa tidak ada anak didik yang bodoh,
yang ada adalah guru yang bodoh. Maka dari itu perjuangan guru lahir bathin
harus di jalankan dengan baik dan benar. Motivasi harus dalam diri guru. Orang
jawa bilang, “guru iku di gugu lan di
tiru”, artinya semua ucapan guru itu akan di tiru oleh anak didik, juga
semua perbuatan guru itu akan di tiru oleh anak didik.
Demikan tugas seorang guru sebagai ujung
tombak dari sebuah pendidikan disekolah. Dari semua urain di atas tidak akan
berguna jika tulisan ini hanya sebagai pajangan rak belaka. Akn menjadi pepesan
kosong yang tidak berarti jika tulisan ini tidak di implementasikan dalam
aktifitas belajar mengajar dalam dunia pendidikan. Terutama bagi guru maupun
calon guru.
Selamat berjuang guru-guru Indonesia,
semangat, salam perubahan, salam cerdas dan santun.
7
Daftar
Pustaka
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
Syah, Muhibbin, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000.
Rugaiyah, Sismiati, Atik, Profesi
Kependidikan, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011