Rabu, 29 Desember 2010
Ayah dan Bunda Nayya
Ini adalah himmah atau cita-cia Ayah dan Bunda Nayya, Ainayya anindita-Kudus
Nama : Fatimah
Gelar : Az-zahra, Al-Batul, Ummul Al-Aimmah, Ummu Abiha, Sayyidah Nisa’ Al-‘Alamin,Ash-Shiddiqah, Al-Mubarokah, At-Thahirah, Az-zakiyah, Ar-Rhodiyah, Al-Mardiyah, Al-Muhadditsah,
Ayah : Muhammad Rosulullah
Ibu : Khadijah Al-kubro
Tempat, tanggal lahir : Makkah, Jum’ah 20 Jum’adil Tsani
Hari/Tanggal Wafat : Selasa, 3 Jumadil Tsani tahun 11 H
Usia : 18 tahun
Anak : 4 orang, 2 putra(Al-Hasan dan Al-Husain) dan 2 putri(Zainab dan Ummu Kultsum)
1. Kelahiran
Fatimah adalah putri bungsu Muhammad, ia adalah bidadari dalam wujud manusia, sebagaimana sabda Nabi Saww: “Ketika aku mir’raj ke langit maka Jibril memegang tanganku dan membawaku masuk ke dalam surga, dia(Jibril) memberiku kurma rutob dan aku memakannya, lalu kurma itu berubah menjadi air mani di dalam tulang sulbiku, dan ketika aku turun ke bumi aku berhubungan dengan Khadijah dan akhirnya ia mengandung Fatimah a.s. dan Fatimah adalah manusia bidadari. Setiap kali aku rindu akan harum semerbaknya surga maka aku cium bau harumnya putriku Fatimah”.
Menurut sebuah riwayat yang berasal dari Imam Shadiq a.s. Fatimah a.s. dilahirkan pada tanggal 20 jumadil Akhir, pada waktu Nabi berusia 45 tahun,ia tinggal di Mekah selama 8 tahun, dan di Madinah 10 tahun, dan ditambah 75 hari setelah ayahnya wafat. Beliau a.s. wafat pada hari selasa, tanggal 3 Jumadil Akhir tahun 11 H. juga sebuah riwayat yang berasal dari Imam Shadiq a.s. mengatakan bahwa Fatimah a.s. disisi Allah mempunyai 9 nama, yaitu Fatimah, Ash-Shiddiqah, Al-Mubarokah, Ath-Thahirah, Az-zakiyah, Ar-Rhodiyah, Al-Mardiyah, Al-Muhadditsah, dan Az-Zahra…
Sewaktu kelahiran Fatimah, Khadijah menggambarkan sebagai berikut : “Pada waktu kelahiran Fatimah, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraisy tetanggaku, untuk menolong. Mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah mengkhianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan aku terkejut luar biasa ketika aku melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya di sekitar mereka mendekati aku. Mendapati aku dalam kecemasan, salah seorang dari mereka menyapaku, ” Wahai Khodijah! Aku adalah Sarah ibunda Ishaq, dan tiga orang yang bersamaku adalah Maryam ibunda Isa; Asiah, putri Muzahim; dan Ummu Kultsum saudara perempuan Musa. Kami semua diperintahkan oleh Allah untuk menguraikan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia.”sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fatimah lahir.
Dalam suatu riwayat lain Dari Mufadhol bin Umar berkata “Aku bertanya kepada Abu Abdillah Ashodiq a.s. tentang kelahiran Fatimah beliau bersabda : “Sesungguhnya ketika Khadijah menikah dengan Rosulullah Saww dia diejek oleh wanita-wanita Mekah, mereka tidak masuk ke tempatnya tidak mengucapkan salam kepadanya dan tidak membiarkan seorang wanitapun masuk ke tempatnya, sehingga Khadijah menjadi risau karenanya. Ia berduka dan bersedih hati jika Rosul Saw keluar rumah. Maka ketika ia mengandung Fatimah, bayi dalam kandungannya menjadi temannya. “Pada suatu hari Rosul Saw masuk dan mendengar Khadijah berbincang-bincang dengan bayi dalam kandungannya. Beliaupun bertanya kepadanya;” Wahai Khadijah siapa yang berbicara denganmu? ‘ Janin yang berada dalam perutku ia berbicara padaku dan menyenangkanku,’ jawab Khadijah. Maka Rosulullah Saw berkata kepadanya, ”Malaikat Jibril memberi kabar gembira bahwa bayi itu perempuan. Ia orang suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunannya para imam Ummat yang ia jadikan mereka itu khalifah-Nya di bumi-Nya setelah terputus wahyu-Nya. Hari-hari kehamilan berjalan terus. Tibalah saat melahirkan. Khadijah mengutus seorang ke tempat wanita Quraisy dan Bani Hasyim agar mereka datang dan menolongnya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap wanita-wanita lain. Tapi mereka mengirim utusan kepadanya dan mengatakan; “Kamu telah membantah kami dan tidak mau mendengarkan omongan kami. Kamu menikah dengan Muhammad anak yatim Abu Tholib, seorang miskin yang tidak punya harta. Maka kami tidak datang dan kami tidak akan mengurus urusanmu apa saja.” Khadijah menjadi sedih. Ketika ia dalam keadaan demikian, turunlah ketempatnya wanita-wanita yang tinggi mirip wanita-wanita Bani Hasyim. Khadijah merasa takut. Lalu salah seorang dari mereka berkata,” Jangan sedih, wahai Khadijah. Kami diutus Tuhanmu kepadamu dan kami adalah saudara-saudaramu.” Aku adalah Sarah, dan ini adalah Asiyah binti Muzahim dia temanmu kelak di sorga, dan ini Maryam binti Imran dan ini Ummu Kultsum saudara perempuan Musa a.s. Khadijah pun melahirkan Fatimah dalam keadaan suci dan disucikan. Ketika bayi itu lahir, bersinarlah cahaya darinya dan tidak ada satu tempat pun di Bumi, di sebelah timur maupun barat, melainkan bersinar dengan cahaya itu. Fatimah a.s .tumbuh dan berkembang sehari tapi bagaikan sebulan untuk bayi lainnya dan sebulan bagaikan setahun.”
Pada masa jahiliyah Khadijah bernama Thahirah (Wanita suci) dan juga Sayyidah Nisa’ Quraisy (Pemuka wanita Qurasiy), Bundanya Khadijah, seorang wanita yang dilahirkan oleh ayah dan Ibu yang berbangsa Quraisy. Khodijah pernah menikah dua kali sebelum menikah dengan Nabi Muhammad Saww. Suami khadijah yang pertama adalah Abu Halah an-Nabasy bin Zararah, dan yang kedua adalah ‘Atiq bin ‘Abid Al-Makhzumi, dari perkawinannya yang pertama, ia melahirkan seorang putra yang bernama Hindun (Menurut kebiasaan Arab, nama “Hindun” dapat dipergunakan bagi pria dan wanita). Dalam perkembangan selanjutnya, Hindun Putra Abu Halah ini masuk Islam dan mengikuti perkembangan Islam, Imam Husain a.s. – riwayat lain mengatakan imam Hasan a.s. – pernah mengatakan bahwa Hindun terkenal sebagai orang yang pandai sekali menceritakan sejarah perkembangan Islam dengan segala kebesarannya. Ia pandai pula melukiskan keluhuran dan keagungan budi pekerti Rosul Saww. Hindun pernah berkata :”Aku adalah putra dari seorang ayah dan ibu yang paling mulia; saudara dari laki-laki dan perempuan yang termulia. Ayahku adalah Rosulullah, saudaraku Qasim, adik perempuanku adalah Fatimah, ibuku Khadijah, semoga Allah menganugerahkan ridha-Nya pada mereka semua.”Hindun juga hadir pada peperangan Badar bersama Nabi, dan Syahid pada “perang unta” (Waqatul Jamal) sebagai prajurit Imam Ali a.s, ketika bertempur melawan pasukan Thalhah, dan Zubair.
Dari suami yang kedua, Khadijah memperoleh seorang putri yang diberi nama juga Hindun, ia juga diberkahi nikmat Iman dan Islam, dan termasuk salah seorang sahabat wanita yang terkenal. Setiap penulis yang menceritakan tentang Khadijah jarang sekali menyentuh bagian ini dalam menceritakan tentang kehidupan Khadijah, padahal peran mereka sangat besar. Karena kebanyakan penulis itu beranggapan bahwa kemuliaan yang dimiliki oleh Khadijah hanya sejak ia menjadi istri Nabi, padahal sebelum pengutusan Nabi, Khadijah termasuk pengikut agama yang lurus, bahkan saudara sepupunya (Waraqah bin Naufal) adalah seorang pengikut agama Nasrani yang lurus, dan ayahnya Khadijah, Khuwailid terkenal keberaniannya ketika ia menantang Raja Tubba yang hendak memboyong hajar Aswad dari Mekah ke Yaman. Meskipun Raja Tubba mempunyai pasukan yang kuat, tapi Khuwailid tetap teguh mempertahankan benda suci lambang agama kaum Quraisy itu. Keberanian dan keteguhan Khuwailid yang dilandasi cinta kepada “Agama” tampak diwarisi Khadijah, ketika ia dengan penuh kasih sayang menyambut suaminya Muhammad sepulang dari Gua Hira.
Suatu hari Malaikat Jibril datang kepada Rosulullah Saww sambil mengirimkan salam Tuhan untuk Khadijah. Nabi menyampaikannya kepada Khadijah: Wahai Khadijah, ini adalah Jibril yang mengirimkan salam Tuhannya untukmu.” Khadijah menjawab: “Allah adalah as-salam, dari-Nya Salam dan untuk Jibril juga salam. Inilah rumah tangga yang dimana Malaikat rahmat selalu hadir untuk memelihara seorang anak yang kelak menjadi anutan ummat manusia. Ia adalah seorang anak Quraisy yang gagah perkasa, yang dimusuhi kaumnya karena membawa agama “baru”. Disinilah rencana Ilahi itu dimulai untuk disampaikan kepada maksud. Keberadaan Ali bin Abi tholib a.s. di rumah Khadijah tidak lepas dari rencana Ilahi yang ingin menyiapkannya menjadi manusia agung, ia adalah pendamping hidup Fatimah, dan seorang yang pertama beriman kepada Nabi, Al-Washi yang menjadi pewaris nabi, seorang Imam dan putra-putranya juga seorang imam.
Diriwayatkan dari Imam Ali a.s. beliau bersabda : “Sesungguhnya Rosul SAWW ditanya tentang arti Al-Batul? Beliau berkata: “Al-Batul adalah yang tidak pernah datang bulan (selama hidupnya) karena datang bulan adalah makruh bagi para putri Nabi”. Makna lain dari Al-Batul adalah wanita yang melepaskan diri dari dunia secara total, dan hanya mengabdikan dirinya kepada Allah semata-mata, Maryam dan Fatimah disebut Al-Batul karena keunggulan mereka dalam hal sifat dan agama di atas wanita-wanita di zamannya; dan karena pengabdian total mereka kepada Allah dengan cara meninggalkan dunia. Umar bin Ali pernah meriwayatkan bahwa suatu hari Nabi ditanya tentang makna Al-Batul, karena Nabi menyebut Maryam Al-Batul dan Fatimah Al-Batul. Apa arti Al-Batul itu sesungguhnya? Nabi bersabda :”Al-Batul berarti bahwa wanita tersebut tidak pernah melihat darah haid dalam dirinya. Sebab haid adalah tidak terpuji bagi putri-putri nabi.” Asma’ binti Umais pernah bertanya kepada Nabi tentang apa yang dilihatnya dari diri Fatimah yang tidak mengeluarkan darah Nifas saat melahirkan anaknya. Nabi bersabda: “Wahai Asma’! Fatimah diciptakan Allah sebagai bidadari yang berbentuk manusia (haura’inssiyyah). Tahukah Anda bahwa Fatimah adalah wanita suci dan disucikan Allah?”. Nabi Saww bersabda : “Allah telah menciptakan Fatimah sebelum menciptakan Bumi dan Langit. Sebagian sahabat bertanya,” Ya Rosulullah! Bukankah dia adalah manusia biasa?””Dia adalah bidadari berbentuk manusia.”Jawab Nabi. Diantara tanda-tanda bidadari yang ada pada dirinya adalah bahwa dia tidak pernah melihat darah yang keluar dari rahimnya. Sama seperti para bidadari yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an : “Mereka tidak pernah disentuh oleh makhluq manusia dan Jin sebelum itu …”(QS:55:74). Sejarah juga telah membuktikan bahwa bahwa Nabi sering memanggil Fatimah dengan sebutan “Fatimah Ummu Abiha”, dan memperlakukan putrinya ini bagaikan ia memperlakukan ibunya sendiri. Ummu Salamah berkata : “Ketika Nabi menikahiku, ia menyerahkan putrinya Fatimah kepadaku. Akulah yang membesarkan dan mendidiknya. Demi Allah! Dia lebih beradab dan terdidik dibanding aku; dan dia lebih alim dalam segala hal ketimbang diriku.” Ketika Khadijah melahirkannya, dilihatnya putrinya ini mempunyai wajah yang serupa dengan wajah ayahnya yang agung. Khadijah merasa sangat bahagia dan melihatnya sebagai keberkahan yang sangat besar dari Allah Swt untuk dirinya dan keluarganya. Seorang penyair berkata :
Matahari bersembunyi di balik awan
Karena bersimpuh malu akan cahaya Fatimah
Ranting-ranting bersembunyi di balik dedaunan
Lantaran malu akan sifat-sifat utama Fatimah
Fatimah terlahirkan sebagai manusia yang suci dan disucikan, Allah menghendaki agar Fatimah menyaksikan masa-masa pertarungan dakwah Islam di Makkah dan ujian yang harus dihadapi ayahnya. Dia menyaksikan sendiri tekanan yang dan siksaan yang dialami ayahnya, berikut lingkungan makkah yang sangat memusuhi Nabi Allah. Fatimah mengalami semua itu pada usianya masih kanak-kanak, ia mengalami cobaan yang berat yang dialami ayahandanya, sesudah kehilangan orang yang sangat dicintainya, yakni ibunda yang selama ini bisa meringankan derita hidup yang mesti dihadapinya. Kemudian ditinggalkan pula oleh pamannya, Abu Tholib, pelindung dan pembelanya. Semasa hidupnya Abu Tholib tidak ada seorang Quraisy pun yang dapat mengganggu Nabi dalam dakwahnya, sebagaimana sebuah perkataan Nabi, “Orang-orang Quraisy tidak pernah bisa melakukan sesuatu pun yang tidak aku sukai, sampai saat wafatnya Abu Tholib”. Orang Quraisy begitu berani kepada Nabi, bahkan menaburkan debu ke muka beliau, nabi pulang ke rumahnya dalam keadaan seperti itu, dan Fatimah kecil menyaksikannya, perbuatan kaum Quraisy itu begitu menyakitkan Fatimah, Fatimah merasakan beratnya beban yang diderita ayahnya, dia mendekati ayahnya, lalu debu-debu itu di hapusnya dari wajah dan kepala ayahandanya. Tangan fatimah yang mungil itu menyentuh wajah ayahnya dan membersihkan debu yang melekat pada wajah dan muka ayahnya, ya tangan kecil seorang bocah 6 tahun, wanita mana lagi kalau bukan seorang bidadari yang Allah anugerahkan kepada Muhammad agar ia selalu merasakan semerbak surga di hadapannya. Kesedihan demikian memuncak, sehingga pecahlah tangisnya yang memilukan atas perlakuan orang-orang jahiliah terhadap orang yang bermaksud mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya petunjuk. Sikap Fatimah itu sangat berpengaruh pula terhadap jiwa ayahnya, Rosulullah Saww. Rosulullah merasakan betapa penderitaan itu menindih hati anaknya. Rosulullah selalu mendorongnya untuk sabar dan tabah, Rosulullah membentangkan kedua tangannya yang mulia, lalu meletakkannya di atas kepala puterinya. Dengan penuh kasih sayang, diusap-usapnya Kepala puterinya, seraya berkata, “Anakku, janganlah engkau menangis, karena Allah selalu melindungi ayahmu ini. Dia-lah penolong ayahmu dalam membela agama dan risalah-Nya.” Dan banyak lagi peristiwa yang dialami Nabi, dan Fatimah yang selalu menjadi pembela beliau, bersama seorang anak muda, ‘’Ali, yang menggantikan beliau di tempat tidurnya sewaktu beliau hijrah. Rosulullah Saww memerintahkan ‘Ali untuk menggantikan beliau di tempat tidur dan mewasiatkan kepadanya agar menunaikan amanat beliau kepada yang berhak menerimanya. Sesudah itu ‘Ali harus menyusul beliau berhijrah ke Yastrib dengan membawa Ahlul Bait beliau. ‘Ali melaksanakan amanat tersebut dan membeli kuda-kuda tunggangan untuk kaum wanita. kemudian segera ‘Ali mengumpulkan sanak keluarganya. Kafilah keluarga Hasyim di bawah pimpinan ‘Ali bin Abi Tholib segera bersiap untuk berangkat. Di dalamnya bergabung beberapa orang Fatimah; Fatimah Az-zahra binti Muhammad; Fatimah binti Asad bin Hasyim (Ibunda ‘Ali dan pengasuh beliau), Fatimah binti Az-Zubair bin Abdul Mutholib, dan Fatimah binti Hamzah; dan termasuk yang bergabung pula kepada mereka adalah Ayman dan Abu Waqid Al-Laitsi. Kafilah ini berlindung di bawah tajamnya pedang Haidar Arab, ‘Ali, penghancur berhala dan kejahiliahan. ‘Ali berangkat secara terang-terangan siang hari, tidak pada malam hari, tidak peduli ancaman dan hinaan kaum Quraisy. Pemuka-pemuka Quraisy mendapat tantangan yang luar biasa karena tantangan kekuatan dan kehebatan mereka dengan berangkat hijrah di siang hari. Ya begitulah keadaannya, karena itu Quraisy segera mengirimkan 80 orang prajurit berkuda untuk membunuh Imam ‘Ali as dan menghadang kafilah itu.
2. Nikah
Pernikahan Ali dan Fatimah menurut sabda imam Shadiq a.s. terjadi pada bulan Ramadhan dan mulai membangun rumah tangga pada bulan Zulhijjah, dan menurut riwayat lainnya bahwa pada tanggal 1 Dzulhijjah, tahun kedua hijrah dilangsungkan upacara pernikahan. Dalam Al-Bihar juz 43 dikatakan bahwa pernikahan Fatimah dan ‘Ali terjadi pada tanggal 6 Dzulhijah setelah dua tahun hijrah ke Madinah. Pada waktu menikah Fatimah a.s. berusia 10 tahun, ada juga mengatakan 11 tahun, menurut abul Al-Ashfahani, Ibnu Hajar dan Ibnu Saad, Fatimah menikah pada usia 18 tahun, 5 bulan setelah rosul Saww hijrah ke Madinah, dan menurut mereka Fatimah a.s. menutup usia pada umur 28 tahun. Berbeda dengan pendapat riwayat dari Ahlul Bait terutama dari Imam Ja’far Shadiq a.s. yang mengatakan bahwa Fatimah wafat pada usia 18 tahun setelah sakit selama 40 hari. Namun semua itu tidak perlu diperdebatkan, tapi sebaiknya kita berpegang pada nash yang dikemukakan oleh ahlul bait, karena mereka lebih mengetahui hal yang demikian.
Diriwayatkan Imam ‘Ali dengan memakai sandal pergi menghadap Rosul Saww yang saat itu berada di rumah istrinya Ummu Salamah. ‘Ali mengetuk pintu, “Siapa itu?” tanya Ummu Salamah. Sebelum ‘Ali menjawab Rosul berkata,” Bangunlah wahai Ummu Salamah! Bukakanlah pintu untuknya dan suruhkah ia masuk. Dia adalah orang yang dicintai dan mencintai Allah dan Rosul-Nya”. “Siapa orang yang engkau sebutkan itu padaku engkau belum melihatnya? “tanya Ummu Salamah keheranan. “Dia bukanlah orang yang bodoh dan kurang pertimbangan. Dia adalah saudaraku dan anak pamanku, juga orang yang paling aku cintai.” Kemudian Ummu Salamah bercerita, maka aku segera berdiri dan aku hampir tersandung pakaianku. Aku membuka pintu. Ternyata ia adalah ‘Ali bin Abi Tholib”. ‘Ali masuk ke tempat Rosul Saww seraya mengucapkan salam kepadanya, “Assalamu alaika, Ya Rosulallah, warahmatullahi wabarokatuh.” Wa’alaikas salam. Duduklah! Jawab Rosulullah Saww. Duduklah ‘Ali bin Abi Tholib di hadapan Rosulullah Saww. Matanya tertunduk ke bawah. Seolah-olah ia ingin menyatakan keperluannya, namun malu untuk menjelaskannya. Tampaknya Nabi Saww mengetahui apa yang ada dalam diri ‘Ali. Beliau berkata, “Wahai ‘Ali, aku pikir engkau datang karena suatu keperluan. Katakanlah keperluanmu. Keluarkan apa yang ada dalam hatimu. Semua keperluanmu akan aku penuhi”. ‘Ali a.s. pun berbicara, Engkau mengetahui bahwa engkau mengambilku dari pamanmu Abu Tholib dan Fatimah binti Asad ketika aku masih kecil. Engkau memberiku makan dengan makananmu dan mendidikku dengan didikanmu, bagiku engkau lebih utama daripada Abu Tholib dan Fatimah binti Asad dalam hal kebaikan dan kasih sayang. Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepadaku melalui engkau dan di tangan engkau. Demi Allah engkau adalah kekayaanku dan modalku di dunia dan akhirat.
Wahai Rosulullah Saww, di samping menjadi penolongmu seperti yang telah Allah kuatkan, aku ingin mempunyai rumah tangga dan mempunyai istri agar aku menjadi tenang karenanya. Aku datang kepadamu untuk melamar dengan sungguh-sungguh putrimu Fatimah a.s. Maukah engkau menikahkanku, Wahai Rosulullah Saww?” Berseri-serilah wajah Rosulullah Saww karena senang dan gembira. Beliau mendatangi Fatimah dan berkata; “Sesungguhnya ‘Ali telah menyebut-nyebutmu. Ia adalah orang yang kamu kenal”. Fatimah terdiam. – dalam riwayat lain diceritakan bahwa Rosul mendatangi Fatimah a.s. dan bertanya ,”Anakku! Apakah engkau setuju untuk dinikahkan dengan ‘Ali, sebagaimana diperintahkan Allah?” Fatimah menundukkan kepalanya dengan sopan. Ummu Salamah menceritakan; wajah Fatimah berkembang riang, dan diamnya begitu mendalam sehingga menarik perhatian. – Kemudian Rosulullah berdiri, dengan mengucapkan: “Allahu Akbar. Diamnya adalah tanda bahwa dia setuju.” Wajah Rosulullah berseri-seri karena senang dan gembira. Demikian cerita Ummu Salamah. Beliau tersenyum kepada ‘Ali seraya berkata,”Wahai ‘Ali, apakah engkau memiliki sesuatu agar aku dapat menikahkanmu dengannya?’ Demi Allah, tidak ada yang tidak engkau ketahui tentang aku. Aku hanya memiliki pedang, baju besi, dan ceret. Aku tidak memiliki apa-apa selain ini”. Wahai ‘Ali mengenai pedangmu, engkau membutuhkannya untuk berjuang di jalan Allah dan dengannya engkau memerangi musuh-musuh Allah. Sedangkan ceretmu, engkau mengggunakannya untuk mengairi kurmamu dan untuk kepentingan keluargamu. Aku menikahkanmu dengan baju besimu saja. Dan dia akan senang dengan pemberianmu itu.
Wahai ‘Ali, apakah aku telah membuatmu gembira ?”Ya, engkau telah menggembirakan aku, engkau senantiasa diberkahi dan engkau selalu bijaksana. Mudah-mudahan Allah memberikan kesejahteraan padamu”. Rosulullah Saww mengatakan; “Gembiralah, wahai ‘Ali! Sesungguhnya Allah telah menikahkanmu dengannya di Langit sebelum aku menikahkanmu dengannya di bumi. Sebelum engkau datang, malaikat jibril telah turun kepadaku dari langit dan berkata,” Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah azza wa jalla telah melihat ke bumi, kemudian dia memilihmu di antara ciptaan-Nya dan mengutusmu dengan risalah-Nya. Ia melihat lagi ke bumi, kemudian ia memilih untukmu seorang saudaura, pembantu, sahabat dan menantu. Maka nikahkanlah dia dengan putrimu Fatimah a.s. Malaikat-malaikat di langit menyambut gembira hal itu. Wahai Muhammad sesungguhnya Allah Azza wajalla telah menyuruhku agar aku menyuruhmu menikahkan ‘Ali di bumi dengan Fatimah dan agar engkau memberi kabar gembira kepada mereka berdua dengan akan lahirnya dua orang anak yang bersih, pandai, suci dan paling utama di dunia dan akhirat. Wahai ‘Ali, demi Allah, malaikat itu tidak naik meninggalkanku sampai engkau mengetuk pintu”.
Rosulullah datang dan berkata kepada ‘Ali: “Wahai ‘Ali, pergilah sekarang dan juallah baju besimu. Setelah itu berikanlah uangnya kepadaku sehingga aku dapat mempersiapkan sesuatu yang pantas untuk engkau dan Fatimah”. Imam ‘Ali bercerita “Maka saya pergi dan menjual baju besi itu dengan harga 400 dirham. Kemudian aku menghadap Rosul Saww dan meletakkan uang itu di hadapannya.” Rosulullah memberikannya sebagian uang tersebut kepada Abubakar , dan berkata; “Wahai Abubakar belikanlah dengan uang ini untuk membeli perlengkapan yang pantas untuk Fatimah dan ‘Ali.
Abubakar menceritakan bahwa uang yang diterima Rosulullah sebanyak 63 dirham dibelanjakan bersama Salman dan Bilal. Yang mereka beli adalah: Gamis, Kerudung, sutera hitam, dari khaibar, ranjang yang berpita, dua buah kasur dari tenunan Mesir, yang satu berisi ijuk, yang satu berisi bulu kambing, bantal dari kulit, tirai dari bulu, tikar, gilingan tangan, tempat air dari kulit, bejana dari tembaga, gelas besar untuk susu, wadah kecil untuk air, bejana untuk bersuci yang dilapisi ter, tempayan berwarna hijau, cangkir dan tembikar, hamparan dari kulit, aba’ah (jubah), dan wadah air. Mereka – para sahabat yang ditugaskan itu – mengatakan,” Kemudian semuanya kami bawa dan letakkan di hadapan Rosulullah Saww. Ketika beliau melihatnya, beliau menangis. Lalu beliau mengangkat kepalanya ke langit dan berdo’a, ‘Ya Allah berikanlah berkah kepada kaum yang merasa besar dengan bejana mereka yang terbuat dari tembikar”…Rosulullah bersabda kepada ‘Ali, “Wahai ‘Ali, untuk perkawinan harus ada walimah”. Maka berkatalah Sa’ad, “Saya mempunyai seekor domba.” Lalu sekelompok orang Anshor mengumpulkan beberapa Sha’ bumbu untuknya. Imam ‘Ali bercerita : “Rosulullah mengambil 10 dirham dari uang yang telah diserahkannya kepada Ummu Salamah, beliau menyerahkannya kepadaku seraya berkata,”Belilah minyak samin, kurma dan keju. Aku pun membelinya dan membawanya ke tempat beliau. Lalu beliau menyingsingkan tangannya dan meminta tempat makanan dari kulit. Beliau memotong kurma dan minyak samin dan mencampurnya dengan keju sampai menjadi hais (jenis makanan) kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Ali, undanglah orang yang kamu sukai”, Aku pun berangkat ke mesjid, sahabat-sahabat Rosulullah banyak di sana. Aku berkata,”Pergilah ke tempat Rosulullah’. Mereka semua berangkat ke tempat Rosulullah. Aku berkata kepada Rosulullah bahwa orang yang datang banyak. Beliau lalu menutupi tempat makanan dengan sapu tangan dan berkata kepadaku,” Masukkan mereka ke sini sepuluh orang sepuluh orang.’ Aku melakukannya. Mereka pun makan lalu keluar, dan makanan tidak kurang”.
“Nabi sendiri yang menuangkan makanan, sedangkan Abbas, Hamzah, ‘Ali dan Aqil menyambut orang-orang yang datang. Kemudian Rosulullah Saww meminta piring-piring, lalu mengisinya dengan makanan untuk orang-orang miskin di Madinah yang menghadiri walimah. Kemudian beliau mengambil sepiring dan mengatakan,’ Ini untuk Fatimah dan suaminya” Nabi Saww menyuruh istri-istrinya untuk menghias Fatimah a.s. dan memberinya wewangian. Selanjutnya, beliau memanggil Fatimah dan ‘Ali. Beliau memegang tangan ‘Ali dengan tangan kanannya dan Fatimah dengan tangan kirinya dan menyatukan keduanya di dadanya. Setelah itu, beliau mencium di antara mata keduanya, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di tangan ‘Ali seraya mengatakan,” Semoga Allah memberkahimu, wahai ‘Ali bersama putri Rosulullah Saww. Sebaik-baik istri adalah Fatimah. Wahai Fatimah sebaik-baik suami adalah ‘Ali.
Kemudian Rosulullah Saww menyuruh putri-putri Abdul Mutholib dan wanita-wanita Muhajirin maupun Anshor untuk menemani Fatimah. Mereka disuruh bergembira. Melagukan syair-syair, bertakbir, bertahmid, dan tidak berkata-kata melainkan sesuatu yang diridhoi Allah. Wanita-wanita itu pun masuk ke dalam rumah. Selanjutnya Rosulullah Saww meminta sebuah bejana yang berisi air. Setelah ada, beliau memanggil Fatimah. Beliau mengambil air tersebut dan menyiramkannya di atas kepala Fatimah, kemudian mengambilnya lagi dan memercikkannya di kulitnya. Beliau meminta lagi bejana yang lain untuk ‘Ali dan melakukannya terhadapnya sebagaimana yang dilakukannya terhadap Fatimah. Setelah itu beliau menyuruh mereka berdua berwudhu dan beliaupun pergi. Hati Fatimah merasa terkait kepada ayahnya. Ia pun menangis maka Rosulullah berkata kepadanya,” Apa yang membuatmu menangis? Aku telah menikahkanmu dengan orang yang paling murah hatinya dan paling banyak ilmunya.” Rosulullah Saww kemudian pergi dari tempat mereka berdua. Dan sambil berpegang pada sisi pintu, beliau berkata “Semoga Allah menyucikan kalian berdua dan menyucikan keturunan kalian. Aku akan menghormati orang yang menghormati kalian berdua dan akan memerangi orang yang kalian. Aku titipkan kalian kepada Allah.” Setelah berkata demikian, beliau menutup pintu dan menyuruh para wanita keluar mereka pun keluar, dan beliau meninggalkan rumah puterinya yang mulai saat itu hidup sebagai isteri imam Ali a.s. Mereka tinggal tidak jauh dari kediaman Rosul Saww. Keduanya berada di lingkungan masjid. Tidak jauh dari rumah mereka terdapat rumah Abu Bakar dan Umar. Semuanya mempunyai pintu langsung menuju ke dalam masjid. Untuk menjaga kesucian masjid, Rosul Saww kemudian memerintahkan agar pintu-pintu ditutup mati, kecuali pintu rumah keluarga Imam Ali a.s. Dengan maksud, agar dalam keadaan junub pun, ‘Ali dan Fatimah dapat langsung masuk ke dalam masjid.
Peristiwa ini tentu saja menimbulkan reaksi di kalangan para sahabat. Untuk mengatasi ini, Rosul memberikan penjelasan khusus. Sebuah riwayat yang dikutip oleh Mudzaifah bin Usaid Al-Ghifari menyebut :”Sebagai jawaban atas desas-desus yang terdengar di kalangan sementara sahabat mengenai perintah penutupan pintu-pintu rumah tersebut, Rosul Saww menjelaskan: “Kudengar ada orang-orang yang menyimpan perasaan karena aku telah memerintahkan penutupan pintu-pintu rumah yang langsung ke masjid, kecuali pintu rumah ‘Ali. Demi Allah, Aku tidak mengeluarkan orang-orang itu dan memberikan tempat pada ‘Ali. Tetapi Tuhanlah yang mengeluarkan mereka dan membiarkan ‘Ali di tempatnya.” Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa ketika itu Rosul Allah Saww berkata : “Hai ‘Ali, engkau diperbolehkan tinggal di dalam lingkungan masjid ini seperti aku. Sebab kedudukanmu di sisiku sama seperti kedudukan Harun di sisi Musa. Hanya saja tidak ada Nabi lagi sesudah aku”.
Inilah rumah tangga putri Muhammad yang agung ini, rumah tangga dimana malaikat rahmat selalu datang untuk memberikan salam, setelah pernikahan putrinya dengan Imam ‘Ali as, Rosul tetap mengasuh, menjaga dan membina putri yang hidup bersama suami tercinta. Tidak ada seorang pun, walalupun isterinya, yang mendapatkan perhatian begitu besar seperti Fatimah setelah pernikahannya, ada apa gerangan rencana Ilahi yang akan rosul persiapkan untuk keluarga ini, yang dari segi materi sangatlah miskin. Namun dari segi ilmu, alam semesta pun tak mampu menampungnya, bahkan berguncang karenanya. Mari kita lihat beberapa peristiwa yang menunjukkan besarnya perhatian Rosul Saww kepada putrinya tercinta ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
salam persahabatan