Belajar Kepada Bali
LAPORAN KKL
oleh Tain Abu Nayya
BAB I Pendahuluan
1. Latar
Belakang
2. Tujuan
BAB II Destinasi KKL
(Profil)
1. Universitas
Negeri Malang
2. Desa
Panglipuran
3. Istana
Kepresidenan Tapak Siring
BAB III Kegiatan KKL
1. Universitas
Negeri Malang
2. Desa
Panglipuran
3. Istana
Kepresidenan Tapak Siring
BAB IV Penutup
1. Simpulan
2. Saran
BAB I Pendahuluan
1. Latar
Belakang
KKL adalah kegiatan perkulihan di luar kampus ke
tempat-tempat yang telah di tentukan oleh kampus atau jurusan, dan dari
kepanjangan KKL adalah Kuliah Kerja Lapangan.
Dalam hal ini FKIP BK UMK tahun ini 2016 mengambil
destinasi kunjungan ke beberapa obyek,Malang dan Bali, baik study atau seminar
dan Karya wisata atau Konseling berbasis Lontas Budaya, sering di singkat KLB.
Untuk seminar KKL di UNM, Universitas Negeri Malang.
KLB di desa Panglipuran Bangli dan ke Istana Kepresidenan Tapak Siring Bali.
2.
Tujuan
Dalam KKL kali ini ada beberapa tujuan kenapa
destinasinya UNM, Desa Panglipuran dan Istana Kepresidenan Tapak Siring, yaitu
:
·
UNM
Universitas Negeri Malang, disini kita dapat mengikuti seminar. Banyak
pengetahuan yang bisa diambil, pengetahuan tentang Konseling Berbasis Qur’an,
yang di angkat dalam seminar di UNM, dengan pembicara Bp. Luthfi Fauzan, M.Pd.
·
Desa
Panglipuran, disini dapat belajar tentang sebuah budaya, yang mana berbedaan
sebuah budaya inilah yang akan menjadi dasar untuk memberikan sebuah konseling
yang benar-benar berbeda latar belakang budayanya.
·
Istana
Kepresidenan Tapak Siring, dengan berkunjung ke destinasi ini dapat lebih
memahami kenapa Istana Kepresidenan harus ada di Bali. Sejarah kenapa Istana
Kepresidenan ini di bangun juga kita dapatkan.
BAB II Destinasi KKL (Profil)
1.
Universitas Negeri Malang
Data Pokok Universitas Negeri Malang (UM)
Rektor: Prof. Dr. AH.
Rofi’uddin, M.Pd
Didirikan: 18 Oktober 1954
Lokasi Kampus: Jl. Semarang 5 Malang 65145 Jawa Timur Indonesia
Luas Area Kampus I: 463.992 m² (Kampus Induk)
Luas Area Kampus II: 29.370 m² (Sawojajar Malang)
Luas Area Kampus III: 24.570 m² (Blitar)
Fakultas: 8 Fakultas; 1 Pascasarjana
Jumlah Program Studi: 106
·
Program Studi Kependidikan: 70
·
Program Studi Nonkependidikan: 36
·
Program Studi Diploma (D3): 11
·
Program Studi Sarjana
(S1): 57
·
Program Studi Magister (S2): 24
·
Program Studi Doktor (S3): 13
·
Program Profesi Akuntan: 1
Jumlah Dosen: 936 (Desember 2015)
Jumlah Guru Besar: 82 (Desember 2015)
Jumlah Tenaga Kependidikan: 729 (Desember 2015)
Jumlah Mahasiswa: 31.405 (Desember 2015)
Jumlah Mahasiswa Baru: 8.001 (Angkatan 2015)
Jumlah Lulusan: 106.168 (Desember 2015)
Alamat Kontak:
Telepon: +62 0341-551312
Fax: +62 0341-551921
Email: rektor@um.ac.id; info@um.ac.id
Fax: +62 0341-551921
Email: rektor@um.ac.id; info@um.ac.id
Alamat Surat:
Universitas Negeri Malang (UM)
Jl. Semarang 5 Malang 65145 Jawa Timur Indonesia
Jl. Semarang 5 Malang 65145 Jawa Timur Indonesia
Visi
Menjadi perguruan tinggi unggul dan menjadi rujukan dalam penyelenggaraan
tridharma perguruan tinggi.
Misi
1.
Menyelenggarakan pendidikan dan
pembelajaran di perguruan tinggi yang berpusat pada peserta didik menggunakan
pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi.
2.
Menyelenggarakan penelitian dalam
ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau
olahraga yang temuannya bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan kesejahteraan
masyarakat.
3.
Menyelenggarakan pengabdian
kepada masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat melalui
penerapan ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni
dan/atau olahraga.
4.
Menyelenggarakan tatapamong
perguruan tinggi yang otonom akuntabel dan transparan yang menjamin peningkatan
kualitas berkelanjutan.
Tujuan
1.
Menghasilkan lulusan yang cerdas
religius berakhlak mulia mandiri dan mampu berkembang secara profesional.
2.
Menghasilkan karya ilmiah dan
karya kreatif yang unggul dan menjadi rujukan dalam ilmu kependidikan ilmu
pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga.
3.
Menghasilkan karya pengabdian
kepada masyarakat melalui penerapan ilmu kependidikan ilmu pengetahuan
teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga untuk mewujudkan masyarakat
yang mandiri produktif dan sejahtera.
4.
Menghasilkan kinerja institusi
yang efektif dan efisien untuk menjamin pertumbuhan kualitas pelaksanaan
tridharma perguruan tinggi yang berkelanjutan.
Sejarah
·
UM merupakan
perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah
pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang berkedudukan di Kota
Malang dan Kota Blitar Provinsi Jawa Timur.
·
UM berasal dari:
a.
Perguruan Tinggi
Pendidikan Guru (PTPG) Malang yang didirikan pada tanggal 1 September 1954
dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan Pengadjaran dan Kebudajaan Republik
Indonesia Nomor 33756/Kb tanggal 4 Agustus 1954 yang dibuka dan diresmikan pada
tanggal 18 Oktober 1954;
b.
terhitung mulai
tanggal 20 November 1957 menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
Malang pada Universitas Airlangga Surabaja dengan Surat Putusan Menteri
Pendidikan Pengadjaran dan Kebudajaan Republik Indonesia Nomor 119533/S tanggal
20 November 1957;
c.
terhitung mulai
tanggal 1 Mei 1963 menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang
dengan Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 55 Tahun
1963 tanggal 22 Mei 1963; dan
d.
terhitung mulai
tanggal 4 Agustus 1999 menjadi Universitas Negeri Malang dengan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 1999 tanggal 4 Agustus 1999.
Tonggak Penting
1967 Program Studi Bahasa Inggris dinilai terbaik se-Asia Tenggara (oleh The Ford Foundation)
1967 Dinyatakan sebagai salah satu dari 10 Perguruan Tinggi Pembina di Indonesia
1998–2010 Pemenang program JICA DUE-Like TPSDP Semi-QUE I-MHERE INHERENT SP4 PHK A1 & A2 Hibah Kemitraan Hibah Peralatan PGSD-A PHK-I dan PHK-TIK PHK DIA Bermutu
2008 Membuka Fakultas Ilmu Keolahragaan
2008 UM ditetapan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU)
2009 Membuka Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
2012 Membuka Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi)
Lokasi Kampus
·
Kampus I (Kampus
Induk) di Jl. Semarang 5 Malang
·
Kampus II di Jl. Ki
Ageng Gribig 45 Kedungkandang Malang (bekas SGO Malang)
·
Kampus III di Jl.
Ir. Sukarno 3 Blitar (bekas SPG Blitar)
Lambang
1.
UM memiliki lambang
berbentuk bundar di dalamnya terdapat tulisan UNIVERSITAS NEGERI MALANG
berwarna hitam pohon kalpataru berwarna hijau lengkungan hijau menyerupai kaki
bintang berwarna kuning tulisan UM berwarna kuning kuncup bunga berwarna kuning
di pucuk pohon kalpataru.
2.
Lambang UM tersebut
sebagai simbol yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan fungsi perguruan
tinggi dalam penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi sesuai dengan visi dan
misi UM serta ciri khas dalam pengembangan ilmu pengetahuan teknologi ilmu
sosial budaya seni dan/atau olahraga.
3.
Lambang UM tersebut
memiliki makna:
a.
bentuk bundar
memiliki makna UM mengantisipasi perkembangan global;
b.
pohon kalpataru
warna hijau memiliki makna kesadaran pentingnya wawasan kelestarian lingkungan
hidup dalam penerapan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni
dan/atau olahraga;
c.
lengkung hijau
menyerupai kaki memiliki makna kelangsungan kelembagaan;
d.
bintang berwarna
kuning memiliki makna Pancasila sebagai falsafah bangsa dan dasar negara;
e.
tulisan UM berwarna
kuning memiliki makna orientasi nilai keilmuan kebangsaan kemanusiaan dan
kebudayaan dalam mewujudkan visi dan misi UM;
f.
kuncup bunga
berwarna kuning terdiri atas tiga bagian memiliki makna tridharma perguruan
tinggi;
g.
bagian kuncup bunga
yang mengarah ke atas memiliki makna pendidikan generasi masa kini dan masa
depan; dan
h.
bagian kuncup bunga
yang mengarah ke kanan dan ke kiri memiliki makna dua mandat yaitu kependidikan
dan nonkependidikan.
4.
Lambang UM adalah
sebagai berikut:
Logo
1.
UM memiliki logo
berbentuk persegi dan persegi panjang di dalamnya terdapat tulisan yang terbentuk dari 3 (tiga) garis lengkung dari
lingkaran yang bertautan berwarna biru hijau dan kuning emas dan tulisan ”The
Learning University” berwarna biru tua atau putih.
2.
Logo UM merupakan
simbol verbal jati diri UM untuk memberikan inspirasi semangat dan citra UM
serta untuk menandai semangat kemandirian UM.
3.
Logo UM diilhami
oleh wawasan universal belajar sepanjang hayat pendidikan sepanjang hayat
pendidikan untuk semua dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan; dan
wawasan prinsip dasar kultural pendidikan di Indonesia asah-asih-asuh serta ing ngarsa sung tuladha ing madya
mangun karsa dan tut wuri handayani.
4.
Logo UM tersebut
memiliki makna:
a.
tulisan merupakan singkatan dari Universitas Negeri Malang;
b.
3 (tiga) garis
lengkung memiliki makna penyelenggaraan tridharma sebagai bentuk kontribusi UM
terhadap perkembangan global nasional regional dan lokal;
c.
lingkaran yang
bertautan memiliki makna proses belajar yang terus menerus berlangsung di UM
dan menyiratkan hubungan yang erat dan positif antara sivitas akademika dan
masyarakat;
d.
tulisan ”The
Learning University” memiliki makna simbol verbal yang menggambarkan orientasi
UM sebagai organisasi belajar (learning organization) dan sumber belajar
(learning resource):
§
sebagai organisasi
belajar UM merupakan institusi pendidikan tinggi yang terus-menerus
mengembangkan organisasi yang mampu menciptakan masa depan melalui belajar
sepanjang hayat dan melakukan perubahan terus-menerus berdasarkan nilai dan
prinsip kebersamaan;
§
sebagai sumber
belajar UM merupakan institusi pendidikan tinggi yang menyediakan akses belajar
seluas-luasnya bagi semua lapisan masyarakat dalam mewujudkan belajar sepanjang
hayat;
e.
warna biru memiliki
makna jiwa muda yang terus belajar untuk maju;
f.
warna hijau
memiliki makna kampus yang menjadi wadah bagi sivitas akademika untuk hidup dan
tumbuh;
g.
warna kuning emas
memiliki makna kejayaan dan energi; dan
h.
warna biru tua
memiliki makna stabilitas dan kedalaman dalam penyelenggaraan tridharma di UM.
5.
Logo UM adalah
sebagai berikut:
a.
b.
2. Desa
Penglipuran
1.Keberadaan Desa Adat Penglipuran
Desa Penglipuran adalah sebuah desa di
kabupaten Bangli, Bali, tepatnya di kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli. Desa
Penglipuran terletak pada jalur wisata Kintamani, sejauh 5 Km dari pusat kota
Bangli, dan 45 Km dari pusat kota Denpasar. Desa ini berudara sejuk karena
terletak 700 m di atas permukaan laut. Luas Desa Adat Penglipuran mencapai 112
hektare, terdiri atas 37 hektare hutan bambu yang dimanfaatkan masyarakat
setempat untuk kerajinan tangan dengan sistem tebang pilih, ladang seluas 49
hektare, dan untuk perumahan penduduk seluas 12 hektare dengan batas wilayah desa adat Kubu di sebelah
timur, di sebelah selatan desa adat Gunaksa, dan di sebelah barat Tukad,
sedangkan di sebelah utara desa adat Kayang. Jumlah
penduduknya 743 orang, kebanyakan dari mereka hidup sebagai petani dan hanya
sebagian kecil sebagai pegawai negeri. Tari-tarian dan cenderamata berkembang
dengan baik di desa terpencil ini.
Desa ini merupakan satu
kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional,
sehingga menampilkan wajah pedesaan yang asri. Keasrian desa adat tersebut
sudah bisa dirasakan begitu memasuki kawasan pradesa yang memaparkan kehijauan
rerumputan dan deretan bambu yang jadi pagar desa. Itu adalah area catus pata
atau area tapal batas untuk masuk ke Penglipuran. Adapun daerah penerimanya
ditandai dengan Balai Wantilan, Balai Banjar adat, dan ruang pertamanan
terbuka. Di sana terdapat daerah parkir dan fasilitas KM/WC bagi pengunjung.
Area berikutnya adalah areal tatanan pola desa yang diawali dengan gradasi ke
fisik desa secara liniar membujur ke arah utara dan selatan. Rumah-rumah itu
dibelah oleh sebuah jalan utama desa yang ditutup oleh bebatuan dan ditamani
rerumputan di kiri kanannya. Area pemukiman serta jalan utama desanya merupakan
kawasan bebas kendaraan terutama roda empat. Pada sepanjang jalan setapak itu
terdapat ratusan rumah, berderet berimpitan. Hampir semua bangunan terbuat dari
batu bata merah atau anyaman bambu. Pintu masuk gerbang rumah penduduk itu
sempit, hanya berukuran satu orang dewasa, dan bagian atas pintunya menyatu
dengan atap gerbang yang terbuat dari bambu. Keheningan menyergap ketika
menelusuri jalan setapak dari bebatuan yang bercampur dengan
kerikil. Penataan fisik dari struktur desa tersebut tidak terlepas
dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun-temurun.
Desa ini memiliki
potensi budaya yang hingga saat ini masih dilestarikan dalam bentuk rumah
tradisional yang membedakan desa ini dari desa-desa yang lainnya. Perlu
diketahui, Desa Penglipuran adalah salah satu desa tradisional atau desa tua di
Bali atau sering disebut Bali Aga atau Bali Mula. Tradisi begitu kukuh dipegang
oleh masyarakatnya, terutama yang berkaitan dengan penataan pekarangan rumah.
Di tengah gempuran arus modernisasi, keteguhan masyarakat Pengelipuran tampak
dari rapinya penataan kawasan hunian masyarakat setempat.
2.Sejarah Desa Adat Penglipuran
Dari sudut pandang
sejarah dan menurut para sesepuh, kata Penglipuran berasal dari
kata “Pengeling Pura” yang berarti tempat suci
mengenang para leluhur. Tempat ini sangat berarti sejak leluhur mereka datang
dari desa Bayung Gede ke Penglipuran yang jaraknya cukup jauh, oleh
karena itu masyarakat Penglipuran mendirikan pura yang sama sebagaimana yang
ada di desa Bayung Gede. Dalam hal ini berarti masyarakat Penglipuran masih
mengenal asal usul mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa Penglipuran berasal
dari kata “Penglipur” yang berarti “penghibur” karena pada jaman kerajaan
tempat ini dijadikan tempat peristirahatan.
Penglipuran memiliki dua
pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya “eling” atau mengingat.
Sementara pura artinya tanah leluhur. Jadi, penglipuran artinya mengingat tanah
leluhur. Kata itu juga bisa berarti “penghibur” yang berkonteks makna
memberikan petunjuk bahwa ada hubungan sangat erat antara tugas dan tanggung
jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama.
Masyarakat
desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa
Bayung Gede, Kintamani.Sebelumnya desa Panglipuran bernama Kubu Bayung. Pada
jaman dahulu raja bali memerintahkan pada warga-warga di Bayung Gede untuk
mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para warga tersebut memutuskan
untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini
menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Pemerintahan desa
adatnya terdiri dariprajuru hulu apad dan prajuru
adat. Prajuru hulu apad terdiri darijero kubayan, jero
kubahu, jero singgukan, jero cacar, jero balungdan jero pati. Prajuru
hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari
usia perkawinan tetapi yang belumngelad. Ngelad atau pensiun
terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin.
Mereka yang baru kawinduduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga
keanggotaan desa adat. Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan
menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata dengan
rapi.Tugu ini dibangun untuk memperingati serta mengenang
jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan
nama kapten Mudita. Anak Agung Gde Anom Mudita, gugur melawan penjajah Belanda
pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun
oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka
kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli, Kapten Mudita berjuang tanpa
pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan.
3 Keunikan
Desa Adat Penglipuran
Ada
beberapa hal yang unik dari Desa Adat Penglipuran yang merupakan ciri khas dari
desa tersebut. Keunikan inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran memiliki
potensi budaya yang menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan. Keunikan
tersebut adalah dari bentuk bangunan yang seragam, masyarakat yang anti
poligami, sistem adat, tata ruang desa,bentuk bangunan dan topografi, upacara
kematian (ngaben), stratifikasi social, mata pencaharian, kesenian
serta organisasi. Keunikan-keunikan tersebutlah yang menjadi pembeda antara
desa Penglipuran dengan desa-desa yang lainnya.
a.
Bentuk Bangunan Yang Seragam
Keunggulan dari desa
adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali adalah,
bagian depan rumah yang serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian
hilir desa. Keseragaman wajah desa, selain pada bentuk, juga bahan bangunannya
berupa tanah untuk tembok penyengker dan angkul-angkul serta atap dari bambu
yang dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap,
dinding maupun kebutuhan lain-lain merupakan suatu keharusan untuk digunakan
karena Desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu yang termasuk teritorial
desa tersebut. Penataan rumah dan pekarangan sangat ketat dan mengikuti
ketentuan Asta Kosala-Kosali, Asta Bumi, Sikut Karang, dan
berbagai aturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis lainnya. Maka, setiap
pekarangan dan rumah di desa itu selalu mempunyai pola atau tatanan yang sama.
Dan hal itu merupakan keunggulan Penglipuran sebagai desa adat.
Pola penataan ruang dan
tata letak bangunan tradisional di Penglipuran menggunakan Pola Dasar Nawa
Sanga, yaitu penggabungan orientasi antara gunung dan laut serta terhadap
peredaran matahari. Ciri yang menonjol adalahAs Utara Selatan (kaje
kelod dengan axis linier). Axis linier ini
juga berfungsi sebagai open space untuk kegiatan
bersama. Open space ini berorientasi ke arah kaja kelod dan
membagi desa menjadi dua bagian. Open space Desa Tradisional
penglipuran menanjak menuju ke arah gunung (utara) dimana terdapat bangunan
suci dengan orientasi ke Gunung Batur. Pola tata ruang dan tata letak bangunan
rumah di Desa Adat Penglipuran pada umumnya mengikuti pola Tri Mandala.
b.
Masyarakat Anti Poligami
Selain keseragaman
bentuk bangunan, desa yang terletak pada ketinggian 700 meter dari permukaan
laut ini juga memiliki sejumlah aturan adat dan tradisi unik lainnya. Salah
satunya, pantangan bagi kaum lelakinya untuk beristri lebih dari satu atau
berpoligami. Lelaki Penglipuran diharuskan menerapkan hidup monogami yakni
hanya memiliki seorang istri. Pantangan berpoligami ini diatur dalam peraturan
(awig-awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos pawiwahan) awig-awig itu
disebutkan, krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri
langkung ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak
diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. Jika ada lelaki Penglipuran
beristri yang coba-coba merasa bisa berlaku adil dan menikahi wanita lain, maka
lelaki tersebut akan dikucilkan di sebuah tempat yang diberi nama Karang
Memadu. Karang artinya tempat danmemadu artinya
berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk
tempat bagi orang yang berpoligami. Karang Memadu merupakan
sebidang lahan kosong di ujung Selatan desa.
Penduduk desa akan
membuatkan si pelanggar itu sebuah gubuk sebagai tempat tinggal bersama
istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di wilayah desa. Artinya,
suami-istri ini ruang geraknya di desa akan terbatas. Tidak hanya itu,
pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan dilegitimasi oleh desa,
upacaranya pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero Kubayan yang
merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan agama.
Implikasinya, karena pernikahan itu dianggap tidak sah maka orang tersebut juga
dilarang untuk bersembahyang di pura-pura yang menjadi emongan (tanggung
jawab) desa adat. Mereka hanya diperbolehkan sembanyang di tempat mereka
sendiri.
c.
Sistem Adat Desa Penglipuran
Di
desa Panglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut sistem
pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem
yang otonom atau Desa adat.Kedudukan desa adat maupun desa
formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai
aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah panglipuran dengan
catatan aturan tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang
pemerintah. Undang-undang atau aturan yang ada di desa panglipuran disebut
dengan awig-awig. Awig-awigtersebut
merupakan implementasi dari landasan operasionalmasyarakat panglipuran
yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana tersebut yaitu sebagai
berikut.
1. Parhyangan adalah
hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari suci, tempat
suci dan lain-lain.
2. Pawongan adalah
hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan masyarakat panglipuran
dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang beda
agama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan,organisasi,
perwarisan dan lain-lain.
3. Palemahan adalah
hubungan manusia dan ligkungan, masyarakat Desa Penglipuran diajarkan untuk
mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa
panglipuran terlihat begitu asri. Dan memang pada umumnya masyarakat di Bali
sangat cinta terhadap alam, mereka menganggap manusia adalah makhluk yang
paling mulia dibandingkan hewan dan tumbuhan, sehingga manusia bertugas menjaga
alam semesta ini. Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan
kearifan manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan
terlihat jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Nilai estetika yang
ditimbulkan dari hubungan dari hubungan yang selaras dan
serasi sudah menyatu dalam proses alami yang terjadi dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu, visualisasi estetika pada kawasan ini bukan merupakan
barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu dalam tata
lingkungannya.
d.
Tata Ruang Desa Adat Penglipuran
Tata ruang desa
panglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.
1. Utara
Mandala
Orang
Penglipuran biasa menyebutnya sebagai utama mandala, yang bisa
diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang Penglipuran melakukan
kegiatan sembahyang kepada Sang Hayng Widhi yang mereka percaya sebagai Tuhan
mereka.
2. Madya
Mandala
Biasanya
adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang jalan utama desa.
Barisan itu berjejer menghadap ke arah Barat dan Timur. Saat ini jumlah rumah
yang ada disana ada sebanyak 70 buah. Tata ruang pemukimannya sendiri adalah
sebelah Utara atau Timur adalah pura keluarga yang telah diaben,
sedangkan madya mandala adalah rumah keluarga.
Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat. Tata
ruangnya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan
sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai tempat
pembuangan atau MCK. Dan bagiannista dari
pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempatpenyimpanan
kayu.
3. Nista
Mandala
Nista
mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana
terdapat kuburan dari
masyarakat panglipuran.
4.Bentuk Bangunan dan Topografi
Topografi
desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa kedudukannya lebih
tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir. Pada daerah desa
terdapat Pura Penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah utama desa yang
unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya
digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-atribut
struktur desa; seperti tembok penyengker,angkul-angkul,
dan telajakan yang seragam. Keseragaman
dari wajah desa tersebut disamping karena adanya keseragaman
bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk tembok penyengker
dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang dibelah
untuk seluruh bangunan desa.
5.Upacara Kematian (Ngaben)
Seperti
daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran masyarakatnya mengadakan upacara yang biasa disebut ngaben.
Dimana ngaben ini adalah suatu upacara kematian dalam rangka
mengembalikan arwah orang yang meninggal yang awalnya
menurut kepercayaan orang Bali arwah tersebut masih tersesat kemudian dikembalikan
ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini hanyalah pada
ritualnya saja. Dimana, apabila orang bali lain ngaben dilakukan
dengan cara membakar mayat, di Penglipuran mayat di kubur. Hal
tersebut dilakukan oleh masyarakat Penglipuran sebagai
tanda hormat dan juga sebagai cara untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan
buruk mengingat daerah Penglipuran yang berada di daerah pegunungan yang jauh
dari laut, seperti yang diketahui bahwa abu jenazah yang telah dibakar
harus dilarung atau dibuang ke laut, sedangkan bagi orang Bali
menyimpan abu jenazah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik adalah
dimakamkan.
6.Stratifikasi Sosial
Di
Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta, yaitu Kasta Sudra, jadi di
Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja, ada seseorang yang
diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat.Pada saat ini, ketua adat yang
masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan
lima tahun sekali.
7.Kesenian
Di
Desa Panglipuran Panglipuran terdapat tari-tarian, yaitu Tari Baris. Tari Baris
sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan
masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana keberadaan
Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah
merupakan tarian yang langka, dan
berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara Dewa Yadnya. Adapun
iringan gamelan yang mengiringi pada saat pementasan semua
jenis Tari Baris Sakral tersebut adalah seperangkat gamelan gong
gede yang didukung oleh Sekaa
GongGede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga
keanggotaan Sekaa Baris Sakral ini diatur dalam Awig-Awig Desa
Adat Penglipuran. Kemudian, nama-nama penari ketiga jenis Baris Sakral ini juga
telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris
Bedil 20 orang.
8.Mata Pencaharian
Mata
pencaharian para penduduk Desa Panglipuran adalah sebagai petani. Dimana, sawah
menjadi tumpuan harapan mereka di samping kerajinan tangan
yang mereka jual kepada para wisatawan yang berkunjung ke desa mereka. Penduduk
desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya sehingga memudahkan
penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi.
9.Organisasi
Masyarakat
Desa Panglipuran yang berumur tiga belas tahun diwajibkan untuk
masuk organisasi yang dinamakan Karang Taruna dan harus masuk organisai ini
sampai mereka menikah.
5.
Istana Kepresidenan Tapak Siring
Profil Istana Tampak Siring
Istana Kepresidenan Tampaksiring berada di
desa Tampaksiring. Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Pulau Bali, lebih
kurang 40 kilometer dari Denpasar, terletak pada ketinggian lebih kurang 700
meter dpl.
Kompleks Istana Kepresidenan Tampaksiring
kini terdiri dari lima gedung utama dan satu pendapa. Gedung-gedung induk/utama
Istana Kepresidenan Tampaksiring dibangun secara terpencar di atas lahan seluas
lebih dari 19 hektar. Dua gedung utama diberi nama Wisma Merdeka dan Wisma
Negara, tiga gedung utama yang lainnya diberi nama Wisma Yudhistira, Wisma
Bima, dan ruang untuk konferensi, serta Balai Wantilan.
1. Wisma
Merdeka - luasnya 1.200 M2 - terdiri dari Ruang Tidur I dan Ruang Tidur II
Presiden, Ruang Tidur Keluarga, Ruang Tamu, Ruang Kerja, yang penataannya
demikian indah, berhiaskan patung-patung serta lukisan-lukisan pilihan.
2. Wisma
Negara - luasnya 1.476 M2 - terdiri dari Ruang Tamu Negara. Bagian utama Wisma
Negara juga sama dengan bagian utama Wisma Merdeka; wisma ini dibangun di atas
tanah berbukit dan kedua bukit yang menopang kedua wisma ini dipisahkan oleh
celah bukit yang cukup dalam (lebih kurang 15 meter). Kedua wisma ini
dihubungkan oleh jembatan sepanjang 40 meter dengan lebar 1,5 meter. Tamu -
tamu negara dari negara-negara sahabat, yang datang berkunjung untuk membina
persahabatan, selalu diantar melalui jembatan ini dari Wisma Merdeka ke Wisma
Negara. Itulah sebabnya, jembatan ini disebut Jembatan Persahabatan.
3. Wisma
Yudhistira terletak di sekitar tengah kompleks Istana Tampaksiring. Luasnya
1.825 M2. Wisma ini merupakan tempat menginap rombongan Presiden atau rombongan
tamu negara yang sedang berkunjung ke Istana Tampaksiring; ruang-ruang atau
kamar-kamarnya juga untuk tempat peristirahatan para petugas yang melayani
Presiden beserta keluarga dan para tamu negara.
4. Wisma
Bima terletak di sebelah barat laut Wisma Merdeka; luasnya 2.000 M2, rampung
pada awal tahun 1963. Perabot yang berada di dalamnya tertata sesuai dengan
fungsinya sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petuga yang melayani
Presiden beserta keluarga atau para tamu negara.
5. Wisma
Bima terletak di sebelah barat laut Wisma Merdeka, luasnya 2.000 M2, rampung
pada awal tahun 1963. Perabot yang berada di dalamnya tertata sesuai dengan
fungsinya sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petugas yang melayani
Presiden beserta keluarga atau para tamu negara.
Istana
Kepresidenan Tampaksiring membangun gedung baru berikut fasilitas-fasilitasnya.
Seperti telah dikemukakan, gedung ini didirikan dalam rangka kegiatan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV yang diselenggarakan di Tampaksiring
pada tanggal 7-8 Oktober 2003. Gedung ini dipergunakan untuk konferensi. Namun,
ruang utamanya dapat juga dipergunakan sebagai ruang resepsi dan ruangan jamuan
makan malam kenegaraan. Fasilitas-fasilitas gedung pertemuan ini dipakai
sebagai ruang para kabinet dan rapat para kepala negara.
BAB III Kegiatan KKL
1. Universitas
Negeri Malang
Pada tanggal 11 April 2016,
hari Senin, kunjungan di Universitas Negeri Malang UNM, rombongan KKL mengikuti
seminar dengan Tema : “Konseling Fithri, Model Konseling Berbasis Juz Qur’ani”
, dengan pembicara Drs. Luthfi Fauzan, M.Pd.
Dalam seminar ini di
jelaskan bahwa setiap karakter manusia itu sudah ada gambaran yang jelas dalam
Juz-Juz dalam Al Qur’an.
Selain seminar juga ada
praktek Konseling yang berbasis Qur’an, tetapi waktu yang sedikit mengakibatkan
praktek urung di laksanakan. Hanya saja dari beberapa mahasiswa yang mengikuti
seminar ini sudah ada 3 mahasiswa yang mendapat pencerahan tentang karakter
mereka dalam Juz Al Qur’an, yaitu :
·
Lina
Umi Kulsum, dengan karakter Juz 21
·
Umi
Bariroh, dengan karakter Juz 18
·
Tain,
dengan karakter Juz 8
Yang menjadi
lebih istimewa dari seminar ini adalah, system konseling ini baru pertama kali
di buka dan di seminarkan di depan mahasiswa UMK yang saat itu hadir.
2. Desa
Penglipuran
Pada tanggal 14 April 2016,
Hari Kamis kunjungan berada di desa Panglipuran Bali, para mahasiswa mengadakan
kegiatan observasi, wawancara terhadap penduduk asli desa Panglipuran, tentang
segala hal yang ada kaitannya dengan desa wisata ini, kenapa hingga sampai bisa
menjadi desa yang berbeda unik khas di banding desa-desa lainnya.
Kegiatan mahasiswa ini
selain wawancara juga ada sebagian yang ikut serta dalam membuat minuman
tradisional desa ini yaitu minuman Loh Cemceman, ada juga yang membeli
oleh-oleh khas desa ini.
3. Istana
Kepresidenan Tapak Siring
Pada tanggal 14 April 2016,
hari kamis, kunjungan ada di istana kepresidenan, para mahasiswa mengikuti
kegitan kunjungan di dalam istanan kepersidenan tapak siring ini, yang di pandu
oleh staff kepresidenan. Berkeliling dengan di jelaskan masing-masing ruangan
dan fungsinya. Butuh sekitar waktu 1 jam untuk mengikuti kegitan ini. Meski Di
tengah perjalanan berkeliling inidi guyr hujan yang deras tetap saja berjalan,
meski hujan-hujanan.
Dari mendengar penjelasan
dari staff juga berfoto-foto dengan indanhnya bangunan menjadi salah satu
kegiatan menarik dalam kunjungan di Istana Kepresidenan Tapak Siring Bali ini.
BAB IV Penutup
1. Simpulan
Dalam kunjungan KKL kali ini
banyak sekali manfaat yang di dapat, mulai seminar di UNM hingga berakhir di
Istana Kepresidenan Tapak Siring Bali. dari sekedar mengabadikan momen hingga
mendapat pengalaman baru berupa pengetahuan yang baru, untuk pengembangan
keilmuan khsusunya tentang multikultur budaya di Bali.
Kebersamaan dalam 5 hari
perjalanan KKL ini pun menjadi pelajaran yang luar biasa, kebersamaan, saling
menghargai, berbagi, care dan share selalu menyertai 5 hari di Malang dan Bali.
2. Saran
·
Untuk
mahasiswa agar lebih proaktif lagi dalam mengikuti jalannyanya seminar, bukan
hanya menjadi pendengar yang baik, tetapi jadilah pendengar yang aktif.
·
Untuk
panitia KKL kedepan harus ada lagi kejelasan tentang pelaksanaan sholat, lebih
bisa di koordinasikan. Dan kedepan panduan sholat dalam perjalanan harus di
miliki oleh para peserta.
Istana Tampaksiring adalah istana yang dibangun setelah Indonesia merdeka, yang
terletak di Desa
Tampaksiring, Kecamatan
Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali,
yaitu "tampak" dan "siring", yang masing-masing bermakna telapak dan miring.
Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama
itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia
bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya
menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun
lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan
memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali
jejak telapak kakinya.
Namun, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya.
Sebelumnya, ia dengan sisa kesaktiannya berhasil menciptakan mata air yang
beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka
meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air
yang lain sebagai penawar air beracun itu yang kemudian bernama "Tirta Empul" ("air suci"). Kawasan hutan yang dilalui
Raja Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal
dengan nama Tampaksiring.
Istana ini berdiri
atas prakarsa Presiden Soekarno yang
menginginkan adanya tempat peristirahatan yang hawanya sejuk jauh dari
keramaian kota, cocok bagi Presiden RepublikIndonesia beserta
keluarga maupun bagi tamu-tamu negara.
Arsiteknya adalah R.M.
Soedarsono dan istana ini dibangun secara bertahap. Komplek
Istana Tampaksiring terdiri atas empat gedung utama yaitu Wisma Merdeka seluas 1.200 m dan Wisma Yudhistira seluas 2.000 m dan Ruang Serbaguna. Wisma Merdeka dan Wisma
Yudhistira adalah bangunan yang pertama kali dibangun yaitu pada
tahun 1957. Pada 1963 semua
pembangunan selesai yaitu dengan berdirinya Wisma Negara dan Wisma Bima.
PENDOPO/ WANTILAN
Salah satu
bangunan yang tidak sempat diselesaikan pada masa Presiden Sukarno adalah Balai
Wantilan atau pendapa yang sepenuhnya dibangun mengikuti arsitektur
tradisional Bali. Bangunan ini beratap ilalang kini sudah diganti sirat,
dan tiang-tiangnya dari batang kelapa. Namun pada tahun 2003 pendopo atau
wantilan yang baru dibangun dengan bentuk yang sama seperti pendopo yang lama
yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan pertimbangan keamanan,
tiang-tiang dari batang kelapa ini kemudian diganti dengan tiang beton yang
mirip dengan bentuk batang kelapa. Dinding bagian belakangnya
dihiasi dengan relief batu paras, yang menggambarkan kisah Ramayana. Balai
Wantilan ini difungsikan sebagai tempat untuk pergelaran kesenian. Panggungnya
dihiasi dengan latar belakang Candi Bentar dan dua patung kayu Garuda Wisnu.
GEDUNG KONFERENSI
Untuk
kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV, yang
diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-8 Oktober 2003, Istana dibangun gedung
baru diberi nama Graha Bung Karno oleh Megawati. Fungsinya untuk Konferensi
beserta fasilitas-fasilitasnya. Gedung ini dipergunakan untuk konferensi.
Namun, ruang utamanya dapat juga dipergunakan sebagai ruang resepsi dan ruangan
jamuan makan
malam kenegaraan. Fasilitas-fasilitas gedung pertemuan ini dipakai sebagai
ruang para kabinet dan rapat para kepala Negara, pernah juga dipakai sebagai
tempat jamuan keluarga oleh Yusuf Kalla pada malam pergantian tahun 2008.
beliau berkumpul bersama keluarga dan merayakan pergantian tahun.Pada zaman
kepemimpinan Megawati di dalam ruang konferensi pernah dipasang foto Soekarno
dalam ukuran besar. Tetapi setelah beliau tidak memimpin lagi foto tersebut
disimpan kembali.
BANGUNAN ISTIMEWA : JEMBATAN
PERSAHABATAN
Antara Wisma
Merdeka dan wisma negara terdapat sebuah jembatan penghubung yang diberi nama
jembatan persahabatan .Jembatan yang membentang sekitar 20 meter di atas
lembah. Jembatan berarsitektur khas ini dihiasi dengan gantungan di sepanjang
jembatan berupa uang kepeng yang di jalin dengan benang merah sangat unik dan
menambah kesan kental Pulau Bali walaupun merupakan salah satu sisi fotogenik
di lingkungan Istana Tampaksiring. Jembatan dengan konstruksi beton lengkung
yang cantik ini, diberi nama Jembatan Persahabatan karena menghubungkan Wisma
Merdeka yang dihuni oleh Presiden Republik Indonesia dan Wisma Negara yang
diperuntukkan para kepala negara sahabat.
Dari jembatan
ini dapat dilihat pemandangan ke arah timur maupun barat. Pada bagian bawah
jembatan terdapat jalan yang menghubungkan desa disebelah utara komplek istana
dengan mata air dan tempat pemandian di sebelah timur Istana. Dibawah jembatan
ini dapat kita lihat jalan keluar dari sebuah terowongan yang digunakan
dahulunya oleh masyarakat untuk turun ke pemandian.
LIC.News Abunayya Ketika Mahasiswa dulu,
sebuah laporan 7 hari di Jawa Timur, Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
salam persahabatan