Selasa, 11 Februari 2020

Belajar kepada Bali


Belajar Kepada Bali
LAPORAN KKL
oleh Tain Abu Nayya



BAB I Pendahuluan
1.      Latar Belakang
2.      Tujuan
BAB II Destinasi KKL (Profil)
1.      Universitas Negeri Malang
2.      Desa Panglipuran
3.      Istana Kepresidenan Tapak Siring
BAB III Kegiatan KKL
1.      Universitas Negeri Malang
2.      Desa Panglipuran
3.      Istana Kepresidenan Tapak Siring
BAB IV Penutup
1.      Simpulan
2.      Saran















BAB I Pendahuluan
1.      Latar Belakang
KKL adalah kegiatan perkulihan di luar kampus ke tempat-tempat yang telah di tentukan oleh kampus atau jurusan, dan dari kepanjangan KKL adalah Kuliah Kerja Lapangan.
Dalam hal ini FKIP BK UMK tahun ini 2016 mengambil destinasi kunjungan ke beberapa obyek,Malang dan Bali, baik study atau seminar dan Karya wisata atau Konseling berbasis Lontas Budaya, sering di singkat KLB.
Untuk seminar KKL di UNM, Universitas Negeri Malang. KLB di desa Panglipuran Bangli dan ke Istana Kepresidenan Tapak Siring Bali.
2.      Tujuan
Dalam KKL kali ini ada beberapa tujuan kenapa destinasinya UNM, Desa Panglipuran dan Istana Kepresidenan Tapak Siring, yaitu :
·         UNM Universitas Negeri Malang, disini kita dapat mengikuti seminar. Banyak pengetahuan yang bisa diambil, pengetahuan tentang Konseling Berbasis Qur’an, yang di angkat dalam seminar di UNM, dengan pembicara Bp. Luthfi Fauzan, M.Pd.
·         Desa Panglipuran, disini dapat belajar tentang sebuah budaya, yang mana berbedaan sebuah budaya inilah yang akan menjadi dasar untuk memberikan sebuah konseling yang benar-benar berbeda latar belakang budayanya.
·         Istana Kepresidenan Tapak Siring, dengan berkunjung ke destinasi ini dapat lebih memahami kenapa Istana Kepresidenan harus ada di Bali. Sejarah kenapa Istana Kepresidenan ini di bangun juga kita dapatkan.









  
BAB II Destinasi KKL (Profil)
1.      Universitas Negeri Malang
Data Pokok Universitas Negeri Malang (UM)
Rektor: Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd
Didirikan: 18 Oktober 1954
Lokasi Kampus: Jl. Semarang 5 Malang 65145 Jawa Timur Indonesia
Luas Area Kampus I: 463.992 m² (Kampus Induk)
Luas Area Kampus II: 29.370 m² (Sawojajar Malang)
Luas Area Kampus III: 24.570 m² (Blitar)

Fakultas: 8 Fakultas; 1 Pascasarjana
Jumlah Program Studi: 106
·              Program Studi Kependidikan: 70
·              Program Studi Nonkependidikan: 36
·              Program Studi Diploma (D3): 11
·              Program Studi Sarjana (S1): 57
·              Program Studi Magister (S2): 24
·              Program Studi Doktor (S3): 13
·              Program Profesi Akuntan: 1

Jumlah Dosen: 936 (Desember 2015)
Jumlah Guru Besar: 82 (Desember 2015)
Jumlah Tenaga Kependidikan: 729 (Desember 2015)
Jumlah Mahasiswa: 31.405 (Desember 2015)
Jumlah Mahasiswa Baru: 8.001 (Angkatan 2015)
Jumlah Lulusan: 106.168 (Desember 2015)




Alamat Kontak:
Telepon: +62 0341-551312
Fax: +62 0341-551921
Email: rektor@um.ac.id; info@um.ac.id
Website: www.um.ac.id

Alamat Surat:
Universitas Negeri Malang (UM)
Jl. Semarang 5 Malang 65145 Jawa Timur Indonesia
Visi
Menjadi perguruan tinggi unggul dan menjadi rujukan dalam penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi. 
Misi
1.         Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran di perguruan tinggi yang berpusat pada peserta didik menggunakan pendekatan pembelajaran yang efektif dan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi.
2.         Menyelenggarakan penelitian dalam ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga yang temuannya bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan kesejahteraan masyarakat.
3.         Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat melalui penerapan ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga.
4.         Menyelenggarakan tatapamong perguruan tinggi yang otonom akuntabel dan transparan yang menjamin peningkatan kualitas berkelanjutan.
Tujuan
1.         Menghasilkan lulusan yang cerdas religius berakhlak mulia mandiri dan mampu berkembang secara profesional.
2.         Menghasilkan karya ilmiah dan karya kreatif yang unggul dan menjadi rujukan dalam ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga.
3.         Menghasilkan karya pengabdian kepada masyarakat melalui penerapan ilmu kependidikan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri produktif dan sejahtera.
4.         Menghasilkan kinerja institusi yang efektif dan efisien untuk menjamin pertumbuhan kualitas pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang berkelanjutan.
Sejarah
·              UM merupakan perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang berkedudukan di Kota Malang dan Kota Blitar Provinsi Jawa Timur.
·              UM berasal dari:
a.          Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Malang yang didirikan pada tanggal 1 September 1954 dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan Pengadjaran dan Kebudajaan Republik Indonesia Nomor 33756/Kb tanggal 4 Agustus 1954 yang dibuka dan diresmikan pada tanggal 18 Oktober 1954;
b.         terhitung mulai tanggal 20 November 1957 menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Malang pada Universitas Airlangga Surabaja dengan Surat Putusan Menteri Pendidikan Pengadjaran dan Kebudajaan Republik Indonesia Nomor 119533/S tanggal 20 November 1957;
c.          terhitung mulai tanggal 1 Mei 1963 menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang dengan Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 55 Tahun 1963 tanggal 22 Mei 1963; dan
d.        terhitung mulai tanggal 4 Agustus 1999 menjadi Universitas Negeri Malang dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 1999 tanggal 4 Agustus 1999.

Tonggak Penting
1967    Program Studi Bahasa Inggris dinilai terbaik se-Asia Tenggara (oleh The Ford Foundation)
1967    Dinyatakan sebagai salah satu dari 10 Perguruan Tinggi Pembina di Indonesia
1998–2010    Pemenang program JICA DUE-Like TPSDP Semi-QUE I-MHERE INHERENT SP4 PHK A1 & A2 Hibah Kemitraan Hibah Peralatan PGSD-A PHK-I dan PHK-TIK PHK DIA Bermutu
2008    Membuka Fakultas Ilmu Keolahragaan
2008    UM ditetapan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU)
2009    Membuka Fakultas Ilmu Sosial (FIS)
2012    Membuka Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi) 

Lokasi Kampus
·              Kampus I (Kampus Induk) di Jl. Semarang 5 Malang
·              Kampus II di Jl. Ki Ageng Gribig 45 Kedungkandang Malang (bekas SGO Malang)
·              Kampus III di Jl. Ir. Sukarno 3 Blitar (bekas SPG Blitar)

Lambang

1.         UM memiliki lambang berbentuk bundar di dalamnya terdapat tulisan UNIVERSITAS NEGERI MALANG berwarna hitam pohon kalpataru berwarna hijau lengkungan hijau menyerupai kaki bintang berwarna kuning tulisan UM berwarna kuning kuncup bunga berwarna kuning di pucuk pohon kalpataru.
2.         Lambang UM tersebut sebagai simbol yang menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan fungsi perguruan tinggi dalam penyelenggaraan tridharma perguruan tinggi sesuai dengan visi dan misi UM serta ciri khas dalam pengembangan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga.
3.         Lambang UM tersebut memiliki makna:
a.          bentuk bundar memiliki makna UM mengantisipasi perkembangan global;
b.         pohon kalpataru warna hijau memiliki makna kesadaran pentingnya wawasan kelestarian lingkungan hidup dalam penerapan ilmu pengetahuan teknologi ilmu sosial budaya seni dan/atau olahraga;
c.          lengkung hijau menyerupai kaki memiliki makna kelangsungan kelembagaan;
d.        bintang berwarna kuning memiliki makna Pancasila sebagai falsafah bangsa dan dasar negara;
e.          tulisan UM berwarna kuning memiliki makna orientasi nilai keilmuan kebangsaan kemanusiaan dan kebudayaan dalam mewujudkan visi dan misi UM;
f.           kuncup bunga berwarna kuning terdiri atas tiga bagian memiliki makna tridharma perguruan tinggi;
g.         bagian kuncup bunga yang mengarah ke atas memiliki makna pendidikan generasi masa kini dan masa depan; dan
h.         bagian kuncup bunga yang mengarah ke kanan dan ke kiri memiliki makna dua mandat yaitu kependidikan dan nonkependidikan.
4.         Lambang UM adalah sebagai berikut:
http://um.ac.id/v2/profile/img/lambang.png

Logo

1.         UM memiliki logo berbentuk persegi dan persegi panjang di dalamnya terdapat tulisan http://www.um.ac.id/v2/profile/img/umteks.png yang terbentuk dari 3 (tiga) garis lengkung dari lingkaran yang bertautan berwarna biru hijau dan kuning emas dan tulisan ”The Learning University” berwarna biru tua atau putih.
2.         Logo UM merupakan simbol verbal jati diri UM untuk memberikan inspirasi semangat dan citra UM serta untuk menandai semangat kemandirian UM.
3.         Logo UM diilhami oleh wawasan universal belajar sepanjang hayat pendidikan sepanjang hayat pendidikan untuk semua dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan; dan wawasan prinsip dasar kultural pendidikan di Indonesia asah-asih-asuh serta ing ngarsa sung tuladha ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani.
4.         Logo UM tersebut memiliki makna:
a.         tulisan http://www.um.ac.id/v2/profile/img/umteks.png merupakan singkatan dari Universitas Negeri Malang;
b.        3 (tiga) garis lengkung memiliki makna penyelenggaraan tridharma sebagai bentuk kontribusi UM terhadap perkembangan global nasional regional dan lokal;
c.         lingkaran yang bertautan memiliki makna proses belajar yang terus menerus berlangsung di UM dan menyiratkan hubungan yang erat dan positif antara sivitas akademika dan masyarakat;
d.       tulisan ”The Learning University” memiliki makna simbol verbal yang menggambarkan orientasi UM sebagai organisasi belajar (learning organization) dan sumber belajar (learning resource):
§  sebagai organisasi belajar UM merupakan institusi pendidikan tinggi yang terus-menerus mengembangkan organisasi yang mampu menciptakan masa depan melalui belajar sepanjang hayat dan melakukan perubahan terus-menerus berdasarkan nilai dan prinsip kebersamaan;
§  sebagai sumber belajar UM merupakan institusi pendidikan tinggi yang menyediakan akses belajar seluas-luasnya bagi semua lapisan masyarakat dalam mewujudkan belajar sepanjang hayat;
e.         warna biru memiliki makna jiwa muda yang terus belajar untuk maju;
f.          warna hijau memiliki makna kampus yang menjadi wadah bagi sivitas akademika untuk hidup dan tumbuh;
g.        warna kuning emas memiliki makna kejayaan dan energi; dan
h.        warna biru tua memiliki makna stabilitas dan kedalaman dalam penyelenggaraan tridharma di UM.
5.         Logo UM adalah sebagai berikut:

a.                                               
http://um.ac.id/data/news/file37B76B3DCA188CE5E1660B5E5F615A02.png
b.                                               http://um.ac.id/data/news/file507E163B5E447E3937480BFC32A65FB1.png
2.      Desa Penglipuran
1.Keberadaan Desa Adat Penglipuran
Desa Penglipuran adalah sebuah desa di kabupaten Bangli, Bali, tepatnya di kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli. Desa Penglipuran terletak pada jalur wisata Kintamani, sejauh 5 Km dari pusat kota Bangli, dan 45 Km dari pusat kota Denpasar. Desa ini berudara sejuk karena terletak 700 m di atas permukaan laut. Luas Desa Adat Penglipuran mencapai 112 hektare, terdiri atas 37 hektare hutan bambu yang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk kerajinan tangan dengan sistem tebang pilih, ladang seluas 49 hektare, dan untuk perumahan penduduk seluas 12 hektare dengan batas wilayah desa adat Kubu di sebelah timur, di sebelah selatan desa adat Gunaksa, dan di sebelah barat Tukad, sedangkan di sebelah utara desa adat Kayang.  Jumlah penduduknya 743 orang, kebanyakan dari mereka hidup sebagai petani dan hanya sebagian kecil sebagai pegawai negeri. Tari-tarian dan cenderamata berkembang dengan baik di desa terpencil ini.
Desa ini merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional, sehingga menampilkan wajah pedesaan yang asri. Keasrian desa adat tersebut sudah bisa dirasakan begitu memasuki kawasan pradesa yang memaparkan kehijauan rerumputan dan deretan bambu yang jadi pagar desa. Itu adalah area catus pata atau area tapal batas untuk masuk ke Penglipuran. Adapun daerah penerimanya ditandai dengan Balai Wantilan, Balai Banjar adat, dan ruang pertamanan terbuka. Di sana terdapat daerah parkir dan fasilitas KM/WC bagi pengunjung. Area berikutnya adalah areal tatanan pola desa yang diawali dengan gradasi ke fisik desa secara liniar membujur ke arah utara dan selatan. Rumah-rumah itu dibelah oleh sebuah jalan utama desa yang ditutup oleh bebatuan dan ditamani rerumputan di kiri kanannya. Area pemukiman serta jalan utama desanya merupakan kawasan bebas kendaraan terutama roda empat. Pada sepanjang jalan setapak itu terdapat ratusan rumah, berderet berimpitan. Hampir semua bangunan terbuat dari batu bata merah atau anyaman bambu. Pintu masuk gerbang rumah penduduk itu sempit, hanya berukuran satu orang dewasa, dan bagian atas pintunya menyatu dengan atap gerbang yang terbuat dari bambu. Keheningan menyergap ketika menelusuri jalan setapak dari bebatuan yang bercampur dengan kerikil.  Penataan fisik dari struktur desa tersebut tidak terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun-temurun.
Desa ini memiliki potensi budaya yang hingga saat ini masih dilestarikan dalam bentuk rumah tradisional yang membedakan desa ini dari desa-desa yang lainnya. Perlu diketahui, Desa Penglipuran adalah salah satu desa tradisional atau desa tua di Bali atau sering disebut Bali Aga atau Bali Mula. Tradisi begitu kukuh dipegang oleh masyarakatnya, terutama yang berkaitan dengan penataan pekarangan rumah. Di tengah gempuran arus modernisasi, keteguhan masyarakat Pengelipuran tampak dari rapinya penataan kawasan hunian masyarakat setempat.

2.Sejarah Desa Adat Penglipuran
Dari sudut pandang sejarah dan menurut para sesepuh, kata Penglipuran berasal dari kata “Pengeling Pura yang berarti tempat suci mengenang para leluhur. Tempat ini sangat berarti sejak leluhur mereka datang dari desa Bayung Gede ke Penglipuran yang jaraknya cukup jauh, oleh karena itu masyarakat Penglipuran mendirikan pura yang sama sebagaimana yang ada di desa Bayung Gede. Dalam hal ini berarti masyarakat Penglipuran masih mengenal asal usul mereka. Pendapat lain mengatakan bahwa Penglipuran berasal dari kata “Penglipur” yang berarti “penghibur” karena pada jaman kerajaan tempat ini dijadikan tempat peristirahatan.
Penglipuran memiliki dua pengertian, yaitu pangeling yang kata dasarnya “eling” atau mengingat. Sementara pura artinya tanah leluhur. Jadi, penglipuran artinya mengingat tanah leluhur. Kata itu juga bisa berarti “penghibur” yang berkonteks makna memberikan petunjuk bahwa ada hubungan sangat erat antara tugas dan tanggung jawab masyarakat dalam menjalankan dharma agama.
Masyarakat desa adat penglipuran percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani.Sebelumnya desa Panglipuran bernama Kubu Bayung. Pada jaman dahulu raja bali memerintahkan pada warga-warga di Bayung Gede untuk mengerjakan proyek di Kubu Bayung, tapi akhirnya para warga tersebut memutuskan untuk menetap di desa Kubu Bayung. Dilihat dari segi tradisi, desa adat ini menggunakan sistem pemerintahan hulu apad. Pemerintahan desa adatnya terdiri dariprajuru hulu apad dan prajuru adatPrajuru hulu apad terdiri darijero kubayan, jero kubahu, jero singgukan, jero cacar, jero balungdan jero pati. Prajuru hulu apad otomatis dijabat oleh mereka yang paling senior dilihat dari usia perkawinan tetapi yang belumngelad. Ngelad atau pensiun terjadi bila semua anak sudah kawin atau salah seorang cucunya telah kawin. Mereka yang baru kawinduduk pada posisi yang paling bawah dalam tangga keanggotaan desa adat. Menyusuri jalan utama desa kearah selatan anda akan menjumpai sebuah tugu pahlawan yang tertata dengan rapi.Tugu ini dibangun untuk memperingati serta mengenang jasa kepahlawanan Anak Agung Gede Anom Mudita atau yang lebih dikenal dengan nama kapten Mudita. Anak Agung Gde Anom Mudita, gugur melawan penjajah Belanda pada tanggal 20 November 1947. Taman Pahlawan ini dibangun oleh masyarakat desa adat penglipuran sebagai wujud bakti dan hormat mereka kepada sang pejuang.Bersama segenap rakyat Bangli, Kapten Mudita berjuang tanpa pamrih demi martabat dan harga diri bangsa sampai titik darah penghabisan.


Keunikan Desa Adat Penglipuran
Ada beberapa hal yang unik dari Desa Adat Penglipuran yang merupakan ciri khas dari desa tersebut. Keunikan inilah yang menyebabkan Desa Penglipuran memiliki potensi budaya yang menimbulkan daya tarik bagi para wisatawan. Keunikan tersebut adalah dari bentuk bangunan yang seragam, masyarakat yang anti poligami, sistem adat, tata ruang desa,bentuk bangunan dan topografi, upacara kematian (ngaben), stratifikasi social, mata pencaharian, kesenian serta organisasi. Keunikan-keunikan tersebutlah yang menjadi pembeda antara desa Penglipuran dengan desa-desa yang lainnya.

a.       Bentuk Bangunan Yang Seragam
Keunggulan dari desa adat penglipuran ini dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Bali adalah, bagian depan rumah yang serupa dan seragam dari ujung utama desa sampai bagian hilir desa. Keseragaman wajah desa, selain pada bentuk, juga bahan bangunannya berupa tanah untuk tembok penyengker dan angkul-angkul serta atap dari bambu yang dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap, dinding maupun kebutuhan lain-lain merupakan suatu keharusan untuk digunakan karena Desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu yang termasuk teritorial desa tersebut. Penataan rumah dan pekarangan sangat ketat dan mengikuti ketentuan Asta Kosala-Kosali, Asta Bumi, Sikut Karang, dan berbagai aturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis lainnya. Maka, setiap pekarangan dan rumah di desa itu selalu mempunyai pola atau tatanan yang sama. Dan hal itu merupakan keunggulan Penglipuran sebagai desa adat.
Pola penataan ruang dan tata letak bangunan tradisional di Penglipuran menggunakan Pola Dasar Nawa Sanga, yaitu penggabungan orientasi antara gunung dan laut serta terhadap peredaran matahari. Ciri yang menonjol adalahAs Utara Selatan (kaje kelod dengan axis linier). Axis linier ini juga berfungsi sebagai open space untuk kegiatan bersama. Open space ini berorientasi ke arah kaja kelod dan membagi desa menjadi dua bagian. Open space Desa Tradisional penglipuran menanjak menuju ke arah gunung (utara) dimana terdapat bangunan suci dengan orientasi ke Gunung Batur. Pola tata ruang dan tata letak bangunan rumah di Desa Adat Penglipuran pada umumnya mengikuti pola Tri Mandala.


b.      Masyarakat Anti Poligami
Selain keseragaman bentuk bangunan, desa yang terletak pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut ini juga memiliki sejumlah aturan adat dan tradisi unik lainnya. Salah satunya, pantangan bagi kaum lelakinya untuk beristri lebih dari satu atau berpoligami. Lelaki Penglipuran diharuskan menerapkan hidup monogami yakni hanya memiliki seorang istri. Pantangan berpoligami ini diatur dalam peraturan (awig-awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos pawiwahanawig-awig itu disebutkan, krama Desa Adat Penglipuran tan kadadosang madue istri langkung ring asiki. Artinya, krama Desa Adat Penglipuran tidak diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. Jika ada lelaki Penglipuran beristri yang coba-coba merasa bisa berlaku adil dan menikahi wanita lain, maka lelaki tersebut akan dikucilkan di sebuah tempat yang diberi nama Karang MemaduKarang artinya tempat danmemadu artinya berpoligami. Jadi, Karang Memadu merupakan sebutan untuk tempat bagi orang yang berpoligami. Karang Memadu merupakan sebidang lahan kosong di ujung Selatan desa.
Penduduk desa akan membuatkan si pelanggar itu sebuah gubuk sebagai tempat tinggal bersama istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di wilayah desa. Artinya, suami-istri ini ruang geraknya di desa akan terbatas. Tidak hanya itu, pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan dilegitimasi oleh desa, upacaranya pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero Kubayan yang merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan upacara adat dan agama. Implikasinya, karena pernikahan itu dianggap tidak sah maka orang tersebut juga dilarang untuk bersembahyang di pura-pura yang menjadi emongan (tanggung jawab) desa adat. Mereka hanya diperbolehkan sembanyang di tempat mereka sendiri.

c.       Sistem Adat Desa Penglipuran
Di desa Panglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan sistem yang otonom atau Desa adat.Kedudukan desa adat maupun desa formal berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah panglipuran dengan catatan aturan tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang pemerintah. Undang-undang atau aturan yang ada di desa panglipuran disebut dengan awig-awigAwig-awigtersebut merupakan implementasi dari landasan operasionalmasyarakat panglipuran yaitu Tri Hita KaranaTri Hita Karana tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Parhyangan adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari suci, tempat suci dan lain-lain.
2. Pawongan adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan masyarakat panglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan orang yang beda agama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.
3. Palemahan  adalah hubungan manusia dan ligkungan, masyarakat Desa Penglipuran diajarkan untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau desa panglipuran terlihat begitu asri. Dan memang pada umumnya masyarakat di Bali sangat cinta terhadap alam, mereka menganggap manusia adalah makhluk yang paling mulia dibandingkan hewan dan tumbuhan, sehingga manusia bertugas menjaga alam semesta ini. Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di Penglipuran dan daerah lain di Bali. Nilai estetika yang ditimbulkan dari hubungan dari hubungan yang selaras dan serasi sudah menyatu dalam proses alami yang terjadi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, visualisasi estetika pada kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah menyatu dalam tata lingkungannya.

d.      Tata Ruang Desa Adat Penglipuran
Tata ruang desa panglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.
1.    Utara Mandala
Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai utama mandala, yang bisa diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hayng Widhi yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.
2.    Madya Mandala
Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang jalan utama desa. Barisan itu berjejer menghadap ke arah Barat dan Timur. Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah. Tata ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah Utara atau Timur adalah pura keluarga yang telah diaben, sedangkan madya mandala adalah rumah keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh adat. Tata ruangnya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur, tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagiannista dari pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempatpenyimpanan kayu.
3.    Nista Mandala
Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat kuburan dari masyarakat panglipuran.

4.Bentuk Bangunan dan Topografi
Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir. Pada daerah desa terdapat Pura Penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah utama desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-atribut struktur desa; seperti tembok penyengker,angkul-angkul, dan telajakan yang seragam. Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena adanya keseragaman bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk tembok penyengker dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang dibelah untuk seluruh bangunan desa.

5.Upacara Kematian (Ngaben)
Seperti daerah lain yang ada di Bali, di Penglipuran masyarakatnya mengadakan upacara yang biasa disebut ngaben. Dimana ngaben ini adalah suatu upacara kematian dalam rangka mengembalikan arwah orang yang meninggal yang awalnya menurut kepercayaan orang Bali arwah tersebut masih tersesat kemudian dikembalikan ke pura kediaman si arwah. Yang membedakan daerah ini hanyalah pada ritualnya saja. Dimana, apabila orang bali lain ngaben dilakukan dengan cara membakar mayat, di Penglipuran mayat di kubur. Hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Penglipuran sebagai tanda hormat dan juga sebagai cara untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan buruk mengingat daerah Penglipuran yang berada di daerah pegunungan yang jauh dari laut, seperti yang diketahui bahwa abu jenazah yang telah dibakar harus dilarung atau dibuang ke laut, sedangkan bagi orang Bali menyimpan abu jenazah adalah suatu pantangan, jadi solusi terbaik adalah dimakamkan.

6.Stratifikasi Sosial
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta, yaitu Kasta Sudra, jadi di Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja, ada seseorang yang diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat.Pada saat ini, ketua adat yang masih menjabat adalah I Wayan Supat. Pemilihan ketua adat tersebut dilakukan lima tahun sekali.

7.Kesenian
Di Desa Panglipuran Panglipuran terdapat tari-tarian, yaitu Tari Baris. Tari Baris sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang berakar kuat pada kehidupan masyarakatnya dan hidup secara mentradisi atau turun temurun, dimana keberadaan Tari Baris Sakral di Desa Adat Penglipuran adalah merupakan  tarian yang langka, dan berfungsi sebagai tari penyelenggara upacara Dewa Yadnya. Adapun iringan gamelan yang mengiringi pada saat pementasan semua jenis Tari Baris Sakral tersebut adalah seperangkat gamelan gong gede yang didukung oleh Sekaa GongGede Desa Adat Penglipuran. Unsur bentuk ini meliputi juga keanggotaan Sekaa Baris Sakral ini diatur dalam Awig-Awig Desa Adat Penglipuran. Kemudian, nama-nama penari ketiga jenis Baris Sakral ini juga telah ditetapkan, yakni Baris Jojor 12 orang, Baris Presi 12 orang, dan Baris Bedil 20 orang.

8.Mata Pencaharian
Mata pencaharian para penduduk Desa Panglipuran adalah sebagai petani. Dimana, sawah menjadi tumpuan harapan mereka di samping kerajinan tangan yang mereka jual kepada para wisatawan yang berkunjung ke desa mereka. Penduduk desa ini dilimpahi hujan yang lebat tiap tahunnya sehingga memudahkan penduduknya dalam bercocok tanam dan masalah irigasi.

9.Organisasi
Masyarakat Desa Panglipuran yang berumur tiga belas tahun diwajibkan untuk masuk organisasi yang dinamakan Karang Taruna dan harus masuk organisai ini sampai mereka menikah.


5.      Istana Kepresidenan Tapak Siring
Profil Istana Tampak Siring 
Istana Kepresidenan Tampaksiring berada di desa Tampaksiring. Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Pulau Bali, lebih kurang 40 kilometer dari Denpasar, terletak pada ketinggian lebih kurang 700 meter dpl.
Kompleks Istana Kepresidenan Tampaksiring kini terdiri dari lima gedung utama dan satu pendapa. Gedung-gedung induk/utama Istana Kepresidenan Tampaksiring dibangun secara terpencar di atas lahan seluas lebih dari 19 hektar. Dua gedung utama diberi nama Wisma Merdeka dan Wisma Negara, tiga gedung utama yang lainnya diberi nama Wisma Yudhistira, Wisma Bima, dan ruang untuk konferensi, serta Balai Wantilan.
1.      Wisma Merdeka - luasnya 1.200 M2 - terdiri dari Ruang Tidur I dan Ruang Tidur II Presiden, Ruang Tidur Keluarga, Ruang Tamu, Ruang Kerja, yang penataannya demikian indah, berhiaskan patung-patung serta lukisan-lukisan pilihan.
2.      Wisma Negara - luasnya 1.476 M2 - terdiri dari Ruang Tamu Negara. Bagian utama Wisma Negara juga sama dengan bagian utama Wisma Merdeka; wisma ini dibangun di atas tanah berbukit dan kedua bukit yang menopang kedua wisma ini dipisahkan oleh celah bukit yang cukup dalam (lebih kurang 15 meter). Kedua wisma ini dihubungkan oleh jembatan sepanjang 40 meter dengan lebar 1,5 meter. Tamu - tamu negara dari negara-negara sahabat, yang datang berkunjung untuk membina persahabatan, selalu diantar melalui jembatan ini dari Wisma Merdeka ke Wisma Negara. Itulah sebabnya, jembatan ini disebut Jembatan Persahabatan.
3.      Wisma Yudhistira terletak di sekitar tengah kompleks Istana Tampaksiring. Luasnya 1.825 M2. Wisma ini merupakan tempat menginap rombongan Presiden atau rombongan tamu negara yang sedang berkunjung ke Istana Tampaksiring; ruang-ruang atau kamar-kamarnya juga untuk tempat peristirahatan para petugas yang melayani Presiden beserta keluarga dan para tamu negara.
4.      Wisma Bima terletak di sebelah barat laut Wisma Merdeka; luasnya 2.000 M2, rampung pada awal tahun 1963. Perabot yang berada di dalamnya tertata sesuai dengan fungsinya sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petuga yang melayani Presiden beserta keluarga atau para tamu negara.
5.      Wisma Bima terletak di sebelah barat laut Wisma Merdeka, luasnya 2.000 M2, rampung pada awal tahun 1963. Perabot yang berada di dalamnya tertata sesuai dengan fungsinya sebagai tempat beristirahat para pengawal serta petugas yang melayani Presiden beserta keluarga atau para tamu negara.
Istana Kepresidenan Tampaksiring membangun gedung baru berikut fasilitas-fasilitasnya. Seperti telah dikemukakan, gedung ini didirikan dalam rangka kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV yang diselenggarakan di Tampaksiring pada tanggal 7-8 Oktober 2003. Gedung ini dipergunakan untuk konferensi. Namun, ruang utamanya dapat juga dipergunakan sebagai ruang resepsi dan ruangan jamuan makan malam kenegaraan. Fasilitas-fasilitas gedung pertemuan ini dipakai sebagai ruang para kabinet dan rapat para kepala negara.














BAB III Kegiatan KKL
1.      Universitas Negeri Malang
Pada tanggal 11 April 2016, hari Senin, kunjungan di Universitas Negeri Malang UNM, rombongan KKL mengikuti seminar dengan Tema : “Konseling Fithri, Model Konseling Berbasis Juz Qur’ani” , dengan pembicara Drs. Luthfi Fauzan, M.Pd.
Dalam seminar ini di jelaskan bahwa setiap karakter manusia itu sudah ada gambaran yang jelas dalam Juz-Juz dalam Al Qur’an.
Selain seminar juga ada praktek Konseling yang berbasis Qur’an, tetapi waktu yang sedikit mengakibatkan praktek urung di laksanakan. Hanya saja dari beberapa mahasiswa yang mengikuti seminar ini sudah ada 3 mahasiswa yang mendapat pencerahan tentang karakter mereka dalam Juz Al Qur’an, yaitu :
·         Lina Umi Kulsum, dengan karakter Juz 21
·         Umi Bariroh, dengan karakter Juz 18
·         Tain, dengan karakter Juz 8
Yang menjadi lebih istimewa dari seminar ini adalah, system konseling ini baru pertama kali di buka dan di seminarkan di depan mahasiswa UMK yang saat itu hadir.

2.      Desa Penglipuran
Pada tanggal 14 April 2016, Hari Kamis kunjungan berada di desa Panglipuran Bali, para mahasiswa mengadakan kegiatan observasi, wawancara terhadap penduduk asli desa Panglipuran, tentang segala hal yang ada kaitannya dengan desa wisata ini, kenapa hingga sampai bisa menjadi desa yang berbeda unik khas di banding desa-desa lainnya.
Kegiatan mahasiswa ini selain wawancara juga ada sebagian yang ikut serta dalam membuat minuman tradisional desa ini yaitu minuman Loh Cemceman, ada juga yang membeli oleh-oleh khas desa ini.

3.      Istana Kepresidenan Tapak Siring
Pada tanggal 14 April 2016, hari kamis, kunjungan ada di istana kepresidenan, para mahasiswa mengikuti kegitan kunjungan di dalam istanan kepersidenan tapak siring ini, yang di pandu oleh staff kepresidenan. Berkeliling dengan di jelaskan masing-masing ruangan dan fungsinya. Butuh sekitar waktu 1 jam untuk mengikuti kegitan ini. Meski Di tengah perjalanan berkeliling inidi guyr hujan yang deras tetap saja berjalan, meski hujan-hujanan.
Dari mendengar penjelasan dari staff juga berfoto-foto dengan indanhnya bangunan menjadi salah satu kegiatan menarik dalam kunjungan di Istana Kepresidenan Tapak Siring Bali ini.

BAB IV Penutup
1.      Simpulan
Dalam kunjungan KKL kali ini banyak sekali manfaat yang di dapat, mulai seminar di UNM hingga berakhir di Istana Kepresidenan Tapak Siring Bali. dari sekedar mengabadikan momen hingga mendapat pengalaman baru berupa pengetahuan yang baru, untuk pengembangan keilmuan khsusunya tentang multikultur budaya di Bali.
Kebersamaan dalam 5 hari perjalanan KKL ini pun menjadi pelajaran yang luar biasa, kebersamaan, saling menghargai, berbagi, care dan share selalu menyertai 5 hari di Malang dan Bali.

2.      Saran
·         Untuk mahasiswa agar lebih proaktif lagi dalam mengikuti jalannyanya seminar, bukan hanya menjadi pendengar yang baik, tetapi jadilah pendengar yang aktif.
·         Untuk panitia KKL kedepan harus ada lagi kejelasan tentang pelaksanaan sholat, lebih bisa di koordinasikan. Dan kedepan panduan sholat dalam perjalanan harus di miliki oleh para peserta.









Istana Tampaksiring adalah istana yang dibangun setelah Indonesia merdeka, yang terletak di Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali.
Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu "tampak" dan "siring", yang masing-masing bermakna telapak dan miring. Konon, menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali jejak telapak kakinya.
Namun, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya, ia dengan sisa kesaktiannya berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun itu yang kemudian bernama "Tirta Empul" ("air suci"). Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal dengan nama Tampaksiring.
Istana ini berdiri atas prakarsa Presiden Soekarno yang menginginkan adanya tempat peristirahatan yang hawanya sejuk jauh dari keramaian kota, cocok bagi Presiden RepublikIndonesia beserta keluarga maupun bagi tamu-tamu negara.
Arsiteknya adalah R.M. Soedarsono dan istana ini dibangun secara bertahap. Komplek Istana Tampaksiring terdiri atas empat gedung utama yaitu Wisma Merdeka seluas 1.200 m dan Wisma Yudhistira seluas 2.000 m dan Ruang Serbaguna. Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira adalah bangunan yang pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1957. Pada 1963 semua pembangunan selesai yaitu dengan berdirinya Wisma Negara dan Wisma Bima.
PENDOPO/ WANTILAN
Salah satu bangunan yang tidak sempat diselesaikan pada masa Presiden Sukarno adalah Balai Wantilan atau pendapa yang sepenuhnya dibangun mengikuti arsitektur tradisional Bali. Bangunan ini beratap ilalang kini sudah diganti sirat, dan tiang-tiangnya dari batang kelapa. Namun pada tahun 2003 pendopo atau wantilan yang baru dibangun dengan bentuk yang sama seperti pendopo yang lama yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan pertimbangan keamanan, tiang-tiang dari batang kelapa ini kemudian diganti dengan tiang beton yang mirip dengan bentuk batang kelapa. Dinding bagian belakangnya dihiasi dengan relief batu paras, yang menggambarkan kisah Ramayana. Balai Wantilan ini difungsikan sebagai tempat untuk pergelaran kesenian. Panggungnya dihiasi dengan latar belakang Candi Bentar dan dua patung kayu Garuda Wisnu.
GEDUNG KONFERENSI
Untuk kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV, yang diselenggarakan di Bali pada tanggal 7-8 Oktober 2003, Istana dibangun gedung baru diberi nama Graha Bung Karno oleh Megawati. Fungsinya untuk Konferensi beserta fasilitas-fasilitasnya. Gedung ini dipergunakan untuk konferensi. Namun, ruang utamanya dapat juga dipergunakan sebagai ruang resepsi dan ruangan jamuan makan malam kenegaraan. Fasilitas-fasilitas gedung pertemuan ini dipakai sebagai ruang para kabinet dan rapat para kepala Negara, pernah juga dipakai sebagai tempat jamuan keluarga oleh Yusuf Kalla pada malam pergantian tahun 2008. beliau berkumpul bersama keluarga dan merayakan pergantian tahun.Pada zaman kepemimpinan Megawati di dalam ruang konferensi pernah dipasang foto Soekarno dalam ukuran besar. Tetapi setelah beliau tidak memimpin lagi foto tersebut disimpan kembali.
BANGUNAN ISTIMEWA : JEMBATAN PERSAHABATAN
Antara Wisma Merdeka dan wisma negara terdapat sebuah jembatan penghubung yang diberi nama jembatan persahabatan .Jembatan yang membentang sekitar 20 meter di atas lembah. Jembatan berarsitektur khas ini dihiasi dengan gantungan di sepanjang jembatan berupa uang kepeng yang di jalin dengan benang merah sangat unik dan menambah kesan kental Pulau Bali walaupun merupakan salah satu sisi fotogenik di lingkungan Istana Tampaksiring. Jembatan dengan konstruksi beton lengkung yang cantik ini, diberi nama Jembatan Persahabatan karena menghubungkan Wisma Merdeka yang dihuni oleh Presiden Republik Indonesia dan Wisma Negara yang diperuntukkan para kepala negara sahabat.
Dari jembatan ini dapat dilihat pemandangan ke arah timur maupun barat. Pada bagian bawah jembatan terdapat jalan yang menghubungkan desa disebelah utara komplek istana dengan mata air dan tempat pemandian di sebelah timur Istana. Dibawah jembatan ini dapat kita lihat jalan keluar dari sebuah terowongan yang digunakan dahulunya oleh masyarakat untuk turun ke pemandian.

LIC.News Abunayya Ketika Mahasiswa dulu,
sebuah laporan 7 hari di Jawa Timur, Bali.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

salam persahabatan