Sabtu, 29 Januari 2011

PAhlawan Dari Selokan PAsuruhan Lor Kudus


Buku-buku motivasi dan pengembangan kepribadian selalu mendoktrin kita: Mulailah dari mimpi, karena kebesaran selalu ‎bermula dari sana. Kalimat itu telah menjadi sebuah ‘sabda’ yang diriwayatkan oleh para motivator dan inovator dalam ‎berbagai pelatihan manajemen, mereka seperti menemukan sumber energi bagi kemajuan mereka.‎
Adakah yang salah dengan kalimat itu? Tidak juga! Akan tetapi, kalimat itu menyimpan sebuah ‘syubhat’ dan itulah ‎masalahnya. Mimpi adalah kata yang menyederhanakan rumusan dari segenap keinginan-keinginan kita, cita-cita yang ingin ‎kita raih dalam hidup, atau visi dan misi. Anggaplah ia seperti sebuah maket, maka ia adalah miniatur kehidupan yang ingin ‎Anda ciptakan.

Kekuatan mimpi terletak pada kejelasannya. Sebuah keinginan yang tervisualisasi dengan jelas dalam benak kita akan ‎menjelma menjadi kekuatan motivasi yang dahsyat. Kemauan dan tekad menemukan akarnya pada mimpi kita. Apakah ‎artinya kemauan dan tekad bagi diri kita? Dialah energi jiwa kita yang memberi kita kekuatan bekerja dan mencipta.‎
Ulama-ulama kita mungkin tidak terlalu setuju menggunakan kata mimpi. Mereka menggunakan kata “mutsul’uiya” yang ‎mungkin dapat diartikan sebagai cita-cita luhur dan tertinggi dalam hidup. Itulah yang kemudian melahirkan “hamm“, ‎sejenis kegelisahan jiwa, yang selanjutnya membentuk “irodah” (kemauan) dan “azam” (tekad).‎
Nah, dimanakah letak syubhat itu? Syubhat itu bernama “angan-angan”. Garis batas antara mimpi dan angan-angan terlalu ‎tipis, karena itulah ia menjadi syubhat.‎
Mimpi mempunyai basis rasionalitas, struktur dan susunan yang solid, terbangun dari proses perenungan yang panjang dan ‎mendalam, terbentuk melalui pengalaman-pengalaman hidup yang terhayati dalam jiwa dan terolah dalam pikiran. Karena ‎faktor-faktor pembentuk mimpi ini begitu kuat mengakar dalam kepribadian kita, maka mimpi biasanya tervisualisasi secara ‎sangat jelas, sejelas maket bangunan bagi seorang insinyur.‎
Angan-angan tidak mempunyai basis rasionalitas, dan karenanya tidak terstruktur dan tidak tersusun secara solid, lebih ‎banyak lahir dari sikap melankolik, sering merupakan sebentuk pelarian dari dunia nyata, sering juga merupakan cara ‎menghibur diri dari kegagalan hidup. Angan-angan seringkali lebih mirip dengan “mimpi-bangun”; sejenis mimpi yang ‎seakan-akan teriihat dalam keadaan bangun.‎
Mimpi bersifat realistis, tetapi angan-angan tidak terbangun dari realitas. Mimpi adalah cara membangun sebuah realitas, ‎angan-angan adalah cara memanipulasi realitas. Akan tetapi, baik para pemimpin maupun mereka yang suka berangan-‎angan, biasanya mempunyai penampakan tradisi yang sama: mereka sama-sama gemar mengkhayal. Dunia khayalan ‎adalah dunia para pahlawan: dari sanalah mereka merumuskan mimpi, tetapi tidak berangan-angan. ‎

di sunting dari Tulisan Bang Anis MAtta oleh Abu Nayya Kudus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

salam persahabatan